Tolak Omnibus Law, Wali Kota Cimahi Juga Kirim Surat ke Presiden

Tolak Omnibus Law, Wali Kota Cimahi Juga Kirim Surat ke Presiden
Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna (Foto: Istimewa)

JABARTODAY.COM, CIMAHI — Selain Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Bandung Oded M Danial, Wali Kota Cimahi Ajay M. Priatna juga mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Ajay menyatakan, pasal-pasal yang merugikan pada UU Omnibus Law/Cipta Kerja harus ditinjau kembali.

“Saya setuju kalau ada pasal-pasal yang memberatkan buruh mesti dievaluasi. Saya yakin pemerintah tidak berniat merugikan buruh, investasi penting tapi melindungi buruh juga tidak kalah penting,” ujarnya dilansir laman Pikiran Rakyat, Jumat (9/10/2020).

Menurut Ajay, dari pemaparan singkat yang diketahui lewat pemberitaan, ternyata tidak semua poin yang dikhawatirkan buruh hilang di UU Cipta Kerja.

“Saya mau baca dulu draft UU Cipta Kerja yang 1.000 lembar itu. Soal pasal yang dinilai merugikan buruh masih harus dibaca, katanya soal pesangon yang berkurang. Tapi soal cuti hamil dihilangkan tidak benar, info hoax ini juga merepotkan,” katanya.

Berita Terkait

Pihaknya akan berkirim surat ke Presiden RI menyikapi UU Omnibus Law yang ditentang kaum buruh Kota Cimahi.

“Kalau setelah saya pelajari ada pasal yang merugikan buruh kami setuju untuk dievaluasi dan akan kirim surat ke Presiden RI seperti rekan kepala daerah lainnya,” jelasnya.

Presiden punya waktu 30 hari untuk meneken UU hasil pengesahan DPR sebelum berlaku. Namun jika tidak ditandatangani, maka UU tersebut berlaku dengan sendirinya.

“Saat ini memang belum diundangkan karen belum diteken presiden. Kalau ternyata ada pasal yang merugikan, ada ruang untuk menggugat lewat Judicial Review di Mahkamah Konstitusi sebagai mekanismenya. Saya yakin pemerintah tidak berat sebelah ke investor tapi juga perhatikan pekerja, tentunya tidak semua pasal di UU Cipta Kerja merugikan,” imbuhnya.

Terkait tahapan birokrasi perizinan investasi yang disederhanakan dan desentralisasi menjadi hanya di tingkat pemerintah pusat, lanjut Ajay, hal tersebut bisa mempermudah masuknya investasi.

“UU Omnibus itu kan menggabungkan beberapa UU jadi satu, malah sekarang perizinan investasi dipegang pusat. Menurut saya baik karena semakin banyak investasi bakal seiring dengan penyerapan tenaga kerja. Mudah-mudahan aplikasinya seperti itu, termasuk berdampak untuk perekonomian Cimahi,” tuturnya.

Surat yang dikirimkan Ajay menambah daftar kepala daerah yang resmi meneruskan aspirasi penolakan Omnibus Law. Sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Wali Kota Bandung Oded M Danial melakukan hal yang sama.

Ridwan Kamil menyampaikan aspirasi para buruh yang menolak UU Cipta Kerja. Karena itu juga, para buruh meminta pemerintah segera menertbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).

Surat serupa juga telah dilayangkan Oded M. Danial kepada Jokowi. Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung Arief Syaifudin, surat telah dilayangkan ke Jokowi melalui Kementerian Ketenagakerjaan.

Bupati Bandung, Dadang Naser, juga mengirimkan surat penolakan, namun ditujukan kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani. Isi suratnya pun tak jauh berbeda dengan Ridwan Kamil dan Oded M. Danial.

Kepala daerah lainnya yang berkirim surat antara lain Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, dan Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji.

Kalangan parlemen daerah juga menyampaikan aspirasi demonstran yang menolak UU Omnibus Law Ciptaker. Sejauh ini sudah ada Ketua DPRD yang resmi berkirim surat aspirasi penolakan, yaitu Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi dan Ketua DPRD Sulawesi Tenggara Abdurrahman Shaleh.

Mereka menolak UU Omnibus Law Ciptaker, sebagaimana diaspirasikan buruh dan mahasiswa, karena dinilai telah merugikan masyarakat, utamanya kelompok pekerja.

Mereka mendesak agar Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mencabut atau membatalkan pengesahan RUU Omnibus Law Ciptaker.

Presiden Jokowi sendiri, melalui siaran langsung YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10), mengatakan aksi menolak Omnibus Law di berbagai daerah dilatarbelakangi kekeliruan informasi dan berita palsu (hoaks) di media sosial.

Ia mengingatkan agar pihak-pihak yang tidak puas terhadap produk legislasi tersebut bisa menyalurkannya lewat jalur hukum atau judicial review ke Mahmakah Konstitusi.*

 

Related posts