JABARTODAY.COM – BANDUNG
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan demikian kukuh mengupayakan rehabilitasi komprehensif kawasan hutan di wilayahnya. Menurutnya, urgensi pengembalian fungsi hutan secara utuh jangan sampai menjadi program tertunda atau dilaksanakan setengah hati.
Setelah berbicara dalam rapat koordinasi (Rakor) dengan Menko Perekomian di Jakarta beberapa waktu lalu, ia kembali mempertegas pandangannya ketika membuka Rakor Perencanaan Pembangunan Kehutanan Pemprov Jabar di Bandung, Kamis (14/3). Rakor diikuti sekitar 150 orang pemangku kehutanan, termasuk wakil Kementerian Kehutanan, kalangan akademisi, dan jajaran Kodam III Siliwangi.
“Masalah hutan urusan masa depan anak cucu. Upaya pelestarian hutan hari ini memang tidak segera dinikmati hasilnya. Namun, kita tidak membiarkan kondisi hutan semakin memburuk,” tegas Gubernur Heryawan.
Urgensi penyehatan hutan, tandasnya, setidaknya dilandasi dua soal. Pertama, pentingnya fungsi konservasi hutan. Kedua, bergantungnya kesinambungan ketersediaan air untuk minum dan pertanian pada ekosistem hutan.
“Ekosistem yang rusak hari ini bakal memicu bencana alam beruntun beberapa puluh tahun mendatang. Sementara bencana alam yang terjadi sekarang akibat pengrusakan hutan yang berlangsung tanpa henti sejak puluhan tahun silam,” ulasnya.
Karena duduk persoalan tersebut, menurut Gubernur Heryawan, pemerintah pusat dan daerah wajib segera menyehatkan kembali kawasan hutan. Sayangnya, yang digelar selama ini lebih condong pada proyek struktur.
Heryawan mencontohkan, upaya pencegahan banjir berupa perbaikan struktur daerah aliran air (DAS) hingga pembangunan tanggul di kawasan hilir (Jakarta dan sekitarnya). Khusus DAS Citarum yang membelah Jabar, misalnya, pada 2011 memperoleh alokasi anggaran hingga Rp 1,3 triliun. Namun program penghutanan kembali cuma disokong dana miliaran rupiah.
Minimnya anggaran rehabilitasi hutan, Gubernur mengingatkan, tidak akan menyelesaikan persoalan dalam jangka panjang. “Sekarang Citarum dikeruk dengan biaya yang tidak kecil. Kalau kondisi hutan tetap rusak, sedimentasi dipastikan terjadi lagi dan banjir tetap mengancam,” tuturnya.
Ditegaskan, penghijauan kembali kawasan hutan yang rusak harus dilaksanakan dengan upaya pemeliharaan paling tidak lima tahun ke depan. Selama ini programnya masih sebatas penanaman saja. Akibatnya, kata Heryawan, program penghijauan tidak maksimal.
Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, kondisi hutan di Jabat cukup memprihatinkan. Hampir 445 ribu lahan hutan di provinsi ini mengalami kerusakan, termasuk di dalamnya berkategori kritis.
Kepala Dinas Kehutanan Jabar Budi Susatijo secara terpisah mengatakan, penanaman kembali kawasan hutan dikelompokkan berhasil bila minimal 70 persen pohon yang ditanam tumbuh. Sementara pencapaian di Jabar masih dikisaran 60 persen.
“Karena keterbatasan dana pemeliharann, pemerintah cuma dapat mengimbau agar masyarakat sekitar hutan bersedia menjaga dan memeliran pohon yang ditanam,” tutur Budi.(NJP)