
JABARTODAY.COM – BANDUNG
Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP) diharap menyajikan berita yang sepenuhnya sesuai fakta. Harapan ini dilandasi kecenderungan media massa swasta tak maksimal menghadirkan fakta, akibat preferensi bisnis.
Kesimpulan itu mengemuka dalam Diskusi Publik “Perubahan UU No. 32/2002 tentang Penyiaran” di RRI Bandung, Jalan Diponegoro, Bandung, pada Rabu (13/3). Diskusi ini digelar untuk menghimpun pendapat masyarakat untuk penyusunan revisi UU Penyiaran.
Hadir sebagai narasumber yakni Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Engkus Kuswarno, pengamat media massa Dr. Dede Mulkan, dan Ketua Dewan Pengawas LPP RRI Zulhaqi Hafiz. Diskusi yang dimoderatori penyiar senior RRI Kabul Budiono diikuti wakil instansi terkait, lembaga masyarakat, dan kelompok pemirsa RRI se-Jabar.
“UU Penyiaran nantinya diharap semakin memperkuat RRI agar untuk menghadirkan berita yang seutuhnya, sesungguhnya, dan sebenarnya yang dikemas secara menarik. Saya yakin inilah yang diharap masyarakat,” papar Gubernur Heryawan.
Harapan ini, katanya, wajar mengemuka sebab sebagian besar media massa di tengah era reformasi cenderung lebih mengedepankan kepentingan bisnis daripada menjalani tanggungjawab pers –menyajikan informasi mendidik. Sementara RRI tidak menghadapi preferensi bisnis karena seluruh operasionalnya dibiayai negara (APBN).
Dengan demikian, Gubernur Heryawan menambahkan, masyarakat yang menuntut berita yang sepenuhnya sesuai fakta –dalam bingkai untuk pendidikan masyarakat dan pembangunan– dapat mengacu pada RRI.
“Kita berharap, bila warga hendak pembanding atas banyaknya berita yang beredar, ya… ke RRI. Di sini berita tidak diplintir, tidak bias,” tegas Heryawan lagi. Namun demikian, dia tidak menyimpulkan media massa swasta sekarang benar-benar tak menyajikan berita berdasar fakta.
Masih di acara grup fokus untuk penyusunan UU itu, dirinya menyatakan, masyarakat pada dasarnya mengharapkan kebijakan pemberitaan yang seimbang, khususnya ketika menjalankan fungsi kontrol. Media selaiknya membedah sebuah persoalan dengan pisau kritis, namun dalam semangat untuk perbaikan.
“Kritik komprehensif yang disampaikan secara baik, insya Allah lebih potensial memperbaiki keadaan. Pemerintah, dan saya kira juga masyarakat umum, akan lebih menerima bila kritik disampaikan secara beradab,” tutur Heryawan.
Sementara itu, Engkus mengatakan, perguruan tinggi membuka kesempatan bekerjasama bagi RRI. Kerjasama dimaksud agar RRI mampu lebih maksimal menjalankan tanggungjawabnya.
Engkus menegaskan, RRI memang bukanlah corong pemerintah. LPP ini pun harus menjunjung independensi.
Namun, Wakil Rektor Unpad mengingatkan, carut-marut sosial di tengah era kebebasan kini menjadi tanggungjawab semua pihak; pemerintah, pers, dan termasuk perguruan tinggi. Sepakat dengan Gubernur Jabar, Prof. Engkus menandaskan, kebebasan pers –termasuk di dalamnya RRI– selaiknya dimanfaatkan secara serius untuk memperbaiki keadaan.
Dede Mulkan menggarisbawahi perlunya RRI melibatkan masyarakat dalam perencanaan hingga evaluasi siarannya. Tanpa ini, Dede Yakin, RRI kesulitan menyajikan program siaran yang diminati warga. Terlebih agar mampu bersaing dengan lembaga penyiaran milik swasta.(NJP)