JABARTODAY.COM – BANDUNG Isu penundaan Pemilihan Umum 2024 menjadi pro dan kontra ditengah masyarakat. Maka itu, Jaringan Aktivis 98 Unpad meminta Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas terkait wacana yang digulirkan sejumlah politisi tersebut.
Mereka pun meminta agar Jokowi menertibkan komunikasi politik para anggota kabinet agar tidak memprovokasi penundaan pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
Juru bicara Jaringan Aktivis 98 Unpad, Yodhisman Sorata menyatakan bila wacana penundaan Pemilu 2024 maupun perpanjangan masa jabatan presiden harus dilawan. Hal ini dinilai telah bertentangan dengan proses demokrasi yang ada di Indonesia.
“Maka kami meminta kepada para elite politik untuk tidak berkonspirasi dan membegal proses demokrasi dan prinsip-prinsip reformasi melalui Amandemen Undang-Undang Dasar,” ungkapnya, di kawasan Jalan Merdeka, Kota Bandung, Kamis (24/3/2022).
Pihaknya memandang pemilu merupakan sarana mutlak dalam sistem demokrasi. Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, mutlak dilaksanakan setiap lima tahun sekali, sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Kepatuhan pada ketentuan konstitusi ini merupakan salah satu perwujudan aspirasi reformasi yang digelorakan oleh mahasiswa, termasuk aktivis mahasiswa Unpad 98.
“Sayangnya saat ini kita menyaksikan sejumlah elite politik, yang berusaha mendorong kepemimpinan nasional untuk menyimpang dari ketentuan konstitusi negara tentang pemilu,” tukasnya.
Yodishman menjelaskan upaya tersebut adalah dengan menggulirkan wacana penundaan pemilu, yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2024.
Dia menegaskan bahwa wacana penundaan pelaksanaan pemilu, akan berdampak luas pada sistem penyelenggaraan kenegaraan nasional, diantaranya pada penambahan masa jabatan para pejabat publik yang posisinya merupakan hasil pemilu (elected officials). Sehingga tidak hanya presiden, tapi berdampak kepada kepala daerah, baik provinsi, kota dan kabupaten.
Pada kesempatan yang sama, aktivis 98 Unpad, Eko Arif Nugroho menambahkan, jika pihaknya mencium adanya upaya agar pemerintahan hari ini terus melanjutkan kekuasaannya.
“Hal ini sangat berbahaya bagi sistem demokrasi yang baru berjalan dua kali kepemimpinan nasional melalui pemilu yang demokratis,” imbuhnya.
Hal senada disampaikan oleh salah seorang tokoh reformasi, Juandi Rewang. Dia menyebut, tanpa adanya dukungan dari rakyat melalui pemilu yang demokratis, maka sama saja dengan mengkhianati reformasi yang sudah dijaga selama ini.
“Ini namanya begal demokrasi. Para ketua partai jangan berkomplot untuk membegal proses demokrasi dan prinsip-prinsip reformasi melalui amandemen Undang-Undang Dasar dan atau menghambat proses penganggaran Pemilu 2024,” ucapnya. (*)