JABARTODAY.COM – BANDUNG Kepolisian berhasil mengungkap peredaran daging babi yang setidaknya sudah hampir satu tahun beredar di tiga kecamatan di Kabupaten Bandung, yakni Kecamatan Banjaran, Baleendah, dan Majalaya.
Dari pengungkapan itu, polisi berhasil mengamankan dua orang pelaku penjual daging babi, yakni P dan T. Lalu, dua orang pengecer daging babi, yaitu AR dan AS.
Peredaran daging babi di Kampung Lembang, Desa Kiangroke, Kecamatan Banjaran, berhasil dikuak oleh Tim Satuan Tugas Pangan Kabupaten Bandung pada 9 Mei 2020.
Kepala Polresta Bandung Kombes Hendra Kurniawan menuturkan, daging babi itu diolah menggunakan boraks oleh P dan T agar menyerupai daging sapi pada umumnya. Setelahnya, daging babi itu disalurkan kepada AR dan AS untuk dijual kembali ke pasar-pasar secara eceran.
“Dalam seminggu dikirim dari Solo ke Bandung sebanyak 600 kilogram dengan menggunakan mobil pikap. Selama setahun ini, sudah 63 ton daging yang berhasil pelaku jual,” ujar Hendra, di Mapolresta Bandung, Senin (11/5/2020).
Hendra mengungkap, daging babi tersebut diperoleh dengan harga Rp45 ribu per kilogram. Kemudian, oleh T dan P daging tersebut dijual ke AR dan AS seharga Rp75 ribu hingga Rp90 ribu/kg setelah diolah dengan menggunakan boraks.
“Jadi banyak juga yang beli langsung ke pelaku. Kalau pengecer, seperti AR ini dia jual di Pasar Majalaya. Sementara AS menjual di Pasar Baleendah,” kata Hendra.
Dia menerangkan, masyarakat yang membeli ke pelaku tak mengetahui bahwa itu adalah daging babi. Terlebih, daging babi yang dijual tersebut harganya relatif lebih murah dibanding daging sapi. Selain itu, warnanya juga lebih pucat dibanding daging sapi asli, meski sudah diolah dengan menggunakan boraks.
“Jadi selama ini warga tidak tahu bahwa itu adalah daging babi. Mereka tahunya daging tersebut daging sapi pada umumnya. Kami duga selama ini sudah beredar di kalangan ibu rumah tangga dan penjual bakso,” beber mantan Kapolres Bontang ini.
Hendra pun mengimbau agar masyarakat kini tidak resah. Pasalnya, selain mengamankan pelaku, kepolisian juga masih terus melakukan penyelidikan terkait adanya peredaran di daerah lain, termasuk keterlibatan pihak lain.
Akibat aksinya, para pelaku dijerat Pasal 91A jo Pasal 58 ayat (6) Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan dan atau Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Mereka terancam hukuman pidana paling lama lima tahun penjara. (vil)