
JABARTODAY.COM, BEKASI — Kabupaten Bekasi berstatus siaga bencana hingga 31 Mei 2020. Menurut Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja, penetapan status siaga bencana ini sebagai langkah antisipasi potensi terjadinya banjir serta penanganan pascabanjir.
Eka mengatakan, meski kondisi saat ini 95 persen wilayahnya sudah berangsur surut dari banjir, namun sebagian warga masih ada yang terendam banjir.
Menurutnya, penanganan banjir dilakukan bukan hanya saat terjadi banjir melainkan juga penanganan pascabanjirnya.
“Kita sedang menginventarisasi potensi kemungkinan banjir kembali terjadi seiring intensitas hujan yang masih tinggi serta dari prakiraan cuaca BMKG makanya kita putuskan status siaga bencana hingga akhir Mei 2020,” kata Eka, Rabu (8/1/2020).
“Saat ini banjir yang telah berangsur surut itu masih melanda 50 titik lebih di 14 kecamatan kami. Walaupun tidak separah di Kota Bekasi kita tetap harus siaga dan waspada,” lanjutnya.
Disebutkannya, wilayah Kabupaten Bekasi yang masih terendam banjir meliputi Kecamatan Babelan, Tarumajaya, Muaragembong, Cabangbungin, Sukatani, Cibitung, Tambun Selatan, Tambun Utara, Setu, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Serang Baru, Cikarang Timur, dan Cikarang Barat.
“Cikarang Timur dan Cibarusah diketahui juga rawan bencana longsor sementara bahaya angin puting beliung di semua wilayah,” ucapnya dilansir Antara.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi, Adeng Hudaya, banjir yang menerjang Bekasi berasal dari luapan Kali Sadang, Kali Jambe, dan Kali Cibeet.
Banjir awal tahun 2020 di Kabupaten Bekasi meluas sehingga merendam hingga 15 kecamatan. Curah hujan yang tinggi ditambah debit air yang bertambah membuat ribuan rumah masih terendam. Sedikitnya 21.080 kepala keluarga terdampak akibat banjir kali ini.
Penyebab Banjir
Salah satu penyebab banjir di Kabupaten Bekasi adalah alih fungsi lahan. Menurut Anggota DPR RI, Daeng Muhammad, alih fungsi lahan terjadi secara sporadis di wilayah Kabupaten Bekasi. Lahan pertanian kini beralih menjadi perumahan dan industri.
“Sekarang 7.000 hektar lahan pertanian berubah menjadi kawasan industri dan perumahan,” ungkap Daeng dilansir laman Berita Cikarang, Rabu (8/1/2020).
Ia menyebutkan, alih fungsi lahan tersebut akan menjadi penyesalan ke depannya. Dahulu, ia menceritakan masih bisa menikmati beningnya sungai-sungai di Kabupaten Bekasi yang kini sudah mulai tercemar dan mengalami pendangkalan akibat pembangunan.
“Suatu saat kita ditanya anak cucu kita. Tahun 80an dulu, saya bisa tenggelam di Citarum. Saya masih bisa dapat udang, ikan, sekarang cuman ada ikan sapu-sapu. Kali Cikarang dulu sampai Sukatani saya bisa dapet ikan moa, tawes, semua ikan ada disitu, sekarang sungai sudah bisa diloncati hanya dengan satu langkah,” kata dia.
Daeng menceritakan, pada abad ke-421 Masehi generasi ketiga Raja Tarumanagara bernama Purnawarman telah membangun kanalisasi sebelum pemerintahan modern. Bahkan, sebelum ada beko, buldozer atau alat canggih lainnya, sudah membuat visi untuk anak cucunya.
“Dulu dia bangun irigasi, dia bikin kanalisasi, dia bangun sungai biar orang Bekasi tidak kebanjiran. Itu pemimpin zaman dulu, tidak ada uang, tidak ada alat berat tapi punya visi membangun. Tapi sekarang, semua dirusak akibatnya banjir di mana-mana,” tegasnya.*