Asing Manfaatkan Tingginya Suku Bunga

dollarJABARTODAY.COM – BANDUNG
Dalam dunia ekonomi, tinggi rendahnya suku bunga perbankan dapat menjadi salah satu trigger terciptanya pertumbuhan. Namun, jika perbandingannya dengan negara-negara lain, satu di antaranya, kawasan ASEAN, suku bunga perbankan di Indonesia termasuk yang paling tinggi.
 
“Untuk funding, suku bunga perbankan di Indonesia menempati uruan ke 4 di Asia, di belakang Srilanka dan India. Sedangkan untuk landing (kredit), Indonesia menjadi runner up setelah India,” ujar pengamat perbankan sekaligus Direktur Laboratorium Manajemen dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Aldrin Herwani PhD, usai Diskusi Forum Diskusi Wartawan Ekonomi Bandung, Kamis (17/7/2014) malam.
 
Aldrin mengemukakan, tingginya suku bunga itu menjadi alat pemanfaatan pihak asing, apakah investor atau profesi lainnya.Dijelaskan, jika suku bunga funding tinggi, tentunya, hal itu menarik minat nasabah untuk menyimpankan uangnya pada bank. “Jika pihak asing yang menyimpan, tentunya, mereka sangat menikmati suku bunga yang tinggi. Apalagi, mereka menyimpan dananya dalam jumlah besar,” jelas Aldrin.
 
Begitu pula dengan suku bunga kredit yang tinggi. Situasi itu, jelas dia, dimanfaatkan pihak asing untuk membeli saham perbankan di Indonesia. Setelah memiliki saham, lanjut Aldrin, pihak asing itu tidak perlu terlalu bekerja keras karena margin atau laba pendapatan bunga kredit yang begitu besar.
 
Sebaliknya, bagi sector riil domestik, termasuk sektor usaha mikro, kecil, and menengah (UMKM), tingginya suku bunga sangat memberatkan, Kondisi ini dapat menyebabkan daya saing mereka melemah saat ajang ASEAN Economic Community (AEC) bergulir 2016.
 
Menurutnya, kondisi ini berbeda dengan perbankan asing. Suku bunga mayoritas perbankan asing, satu contohnya, Singapura atau Cina, sangat rendah, yaitu hanya satu digit. “Sedangkan di Indonesia, dua digit,” kata Aldrin.
 
Dia berpendapat, sebenarnya, suku bunga di Indonesia bias seperti Cina atau Singapura. Caranya, kata dia, lebih mendorong sector riil daripada financial market. Yang terjadi saat ini, sahut Aldrin, Indonesia lebih mendorong financial market.
 
Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Soetisno, mengakui bahwa suku bunga perbankan di Indonesia, tidak hanya milik BUMN dan BUMD, tetapi juga swasta, masih tinggi. “Jika perbandingan dengan lain, tentu, masih lebih tinggi di Indonesia. Hal itu dapat memberatkan debitur, termasuk para pelaku UMKM. Kami kira, harus ada skema-skema yang dapat membuat suku bunga perbankan turun,” tandas Agung.  (ADR)

Related posts