JABARTODAY.COM – BANDUNG, Peran ulama dan pondok pesantren pada perang perjuangan kemerdekaan sangat penting dan strategis.
“Bila mempelajari sejarah, kaum ulama turut berjuang pada era perjuangan melawan penjajah. Sehingga peran ulama dan pondok pesantren, saat ini pun menjadi sangat penting dan strategis dalam pilkada serentak di Jawa Barat,” kata DR. Asep Ahmad Hidayat, M.Si Pimpinan Ponpes Darusufi Tijani, dalam Forum Diskusi dan Silaturahmi Tokoh Ulama, Tokoh Ponpes, Tokoh Aktivis Jabar, yang mengusung tema Peran Strategis Ulama dan Ponpes dalam Pilgub Jabar, Rabu (21/2).
“Ulama dan pondok pesanten perannya sangat sentral serta multifungsi dalam keberlangsungan NKRI. Namun, dengan berbekal kekuatan kultural dan kharismatik para kiai-nya, maka jejaring itu sangat kuat dalam memengaruhi pilihan masyarakat seperti dalam menentukan pilihan pada pilgub yang berlangsung di Jawa Barat,” papar Asep.
Dalam kesemptan sama, Mohamad Fauzan, Ketua Umum DPP GMBI mengapresiasi adanya pencerahan dalam mempertahankam ideologi bangsa melalui forum diskusi ini. Kegiatan tersebut, terangnya, merupakan bentuk penghargaan kepada para kiai dan pondok pesantren yang telah ikut mengorbankan harta dan jiwa mereka untuk ikut berjuang melawan radikalisme dan intoleransi dalam kontestasi pilkada.
“Hampir 60 persen pilihan masyarakat, berdasarkan hasil survei dipengaruhi oleh kelompok (kiai dan pondok pesantren) ini,” ujar Fauzan.
Sementara itu Fidel Giawa SH, Pengacara Legal KPUD Jawa Barat menjelaskan, eksistensi ulama dan pondok pesantren di Indonesia sudah ada sejak dulu. Menurutnya, sebelum NKRI ada, bahkan sebelum adanya penjajah, pondok pesantren sudah ada di bumi Indonesia. Melihat dari fakta sejarah, pondok pesantren dan ulama mempunyai jasa besar baik dalam proses kemerdekaan negara maupun dalam membangun masyarakat.
“Saya berdiri disini dalam kapasitas mewakili KPU Jawa Barat, sehingga bukan untuk menilai keberadaan pondok pesantren dan ulama yang kebanyakan sudah berafiliasi pada kompok dan tokoh tertentu. KPU tidak untuk menilai isu-isu kekerasan pada ulama. Itu bukan kriminalitas biasa melainkan kriminalitas bernuansa politis maka, yang harus penanganannya mutlak menjadi tanggung jawab pemerintah,” tandas Fidel.
Mewakili aktivis, Andri Perkasa Kantaprawira, salah satu tokoh Jabar, mengungkapkan, yang menarik dalam pilgub kali ini antara kesundaan dan keislaman keterlibatan generasi milenial. Para kontestan pilkada berusaha mearih suara kelompok ini. Sehingga peranan ulama dan pontren menjadi strategis.
Calon Gubernur harus mendatangi kelompok ini guna mendapat dukungan. Seperti halnya calon wakil gubernur, Anton Charliyan. Dia menjanjikan satu triliun untuk pondok pesantren. “Ini sebenarnya menarik bila dibedah secara akademis. Akan ada diskursus baru terkait kucuran anggaran yang akan digunakan,” kata Andri. (edi)