Atlet Paralimpik Tepis Kontribusi Memberatkan

JABARTODAY.COM – BANDUNG Sejumlah atlet Pekan Paralimpik Nasional XV/2016 menepis jika kontribusi kepada organisasi National Paralympic Commitee Indonesia sebagai potongan liar dan memberatkan. Hal itu dikarenakan para atlet memenuhi kewajiban dengan penuh kesadaran, jika kontribusi tersebut bakal kembali ke mereka sendiri.

Peraih medali emas Peparnas XV cabor angkat berat, Tamim Prasetyo menegaskan, budaya kontribusi tersebut sudah ada sejak lama. “Saya mengalami dan menjalaninya sejak pertama kali menjadi atlet pada 2002 lalu,” ujar Tamin, saat ditemui di GOR Pajajaran, Rabu (22/2).

Tamim bersyukur dirinya dibina dengan baik oleh NPCI, baik saat pelatda maupun pelatnas. Pasalnya, program pembinaan yang dilakukan membuat dirinya tak sulit mencapai prestasi terbaik di level lokal sampai internasional sejak awal. “Alhamdulillah, sejak pertama kali ikut Porda sampai multievent internasional selalu dapat medali. Jadi, saya sejak awal juga sudah menjalankan kontribusi yang menjadi kewajiban terhadap organisasi,” papar Tamim.

Dirinya mengaku tak ada paksaan dalam memenuhi kewajiban membayar kontribusi tersebut, karena sejak awal bergabung dengan NPCI, sudah mendapat pemberitahuan. Apalagi, dirinya tahu persis bahwa kontribusi atlet pada akhirnya digunakan untuk kepentingan atlet dan kaum difabel pada umumnya. “Saya pernah diberikan dana oleh NPCI di daerah untuk mencari bibit dan membina atlet baru. Saya sempat bingung dari mana pengurus bisa mendapat dana untuk itu, ternyata itulah salah satu alokasi dari pengelolaan dana kontribusi atlet,” beber Tamim.

Atlet Peparnas Jabar lainnya, Asep mengaku, telah merasakan menjadi atlet peraih medali dan tak meraih medali dalam ajang multievent paralimpik daerah dan nasional. Ketika tidak mendapat medali, dirinya justru mendapatkan penghargaan dari NPCI. Soalnya tak jarang atlet non medali tak mendapatkan bonus dari pemerintah seperti saat ini meskipun jumlahnya kecil. “Saya membayar kontribusi saat meraih medali. Dan tidak ada paksaan sama sekali,” ucap Asep.

Sementara itu, Sekretaris NPCI Jabar yang juga atlet tenis meja Supriatna Gumilar mengetahui persis jika Kementerian Pemuda dan Olahraga hanya mengalokasikan dana pelatnas untuk empat bulan saja saat ASEAN Para Games Myanmar 2014. “Padahal NPCI menjalankan pelatnas selama 7 bulan. Kontribusi atlet lah yang akhirnya membiayai 3 bulan sisa pelatnas yang kami jalankan,” ungkapnya.

Upaya keras NPCI plus bantuan kontribusi atlet saat itu, mampu membuat Indonesia menjadi juara umum ASEAN Para Games. Sebuah prestasi membanggakan di saat atlet umum justru hanya mampu meraih peringkat 4 SEA Games.

Berbekal prestasi itulah yang membuka mata Pemerintah Indonesia dalam merealisasikan kesetaraan terhadap atlet penyandang disabilitas. Namun, kesetaraan serupa belum terjadi di daerah. Pasalnya, hingga saat ini masih banyak NPC kabupaten/kota di Jabar yang belum mendapatkan dana hibah layaknya KONI. Padahal, persiapan dini mesti dilakukan untuk menghadapi Peparda 2018.

“Dari mana mereka punya biaya untuk mencari dan melatih atlet? Kalau pemerintah sudah memberikan dukungan yang memadai, NPCI pun pasti tak perlu lagi menerapkan kebijakan kontribusi itu,” tandas Supriatna. (vil)

Related posts