Salim Said Minta DPR Pertegas ‘Masa Iddah’ Militer ke Sipil

Guru besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan Prof. Dr. Salim Said (dok.Gatra)

JABARTODAY.COM – Guru besar Ilmu Politik Universitas Pertahanan, Profesor Salim Said meminta DPR agar membuat ketentuan yang mengatur pensiunan TNI atau Polri yang akan aktif dalam politik praktis agar memiliki waktu yang cukup untuk menjadi masyarakat sipil. Ketentuan yang semacam itu juga berlaku di beberapa negara seperti Amerika maupun Israel.

Permintaan tersebut disampaikan Salim Said dalam talkshow politik di stasiun televisi swasta di Jakarta, Jumat malam (29/12). “Sebenarnya waktu saya diminta jadi narasumber di DPR saat penyusunan UU TNI, saya pernah mengusulkan agar ada jangka waktu (masa iddah) bagi anggota TNI atau polisi yang mau aktif di politik praktis, jadi harus ada “masa iddah”, kalau dalam perkawinan,” jelas Salim Said.

Menurut Salim Said, usulan soal jangka waktu itu ternyata tidak ada dalam UU TNI, dan hal tersebut kemudian menjadi masalah seperti sekarang.

“Saya khawatir jika tidak ada jangka waktu itu akan ada kecenderungan petinggi TNI atau Polri akan  menggunakan institusinya  untuk meningkatkan popularitasnya,” jelas Salim Said.

Ketentuan jangka waktu tersebut menurut Salim Said sangat penting agar apabila ada keinginan dari petinggi TNI atau Polri yang terjun ke dunia politik praktis memiliki cukup waktu untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat. “Kalau seperti sekarang, mereka tidak punya waktu untuk sosialisasi, sebab dalam politik, populer saja bukanlah jaminan mereka bisa terpilih,” tegas Salim.

Salim Said yang juga pendiri Institut Peradaban itu mencontohkan, kasus di Amerika Serikat misalnya, jenderal yang paling populer di Amerika setelah perang dunia kedua adalah Jenderal Mc. Arthur yang karena jasanya kemudian dianugerahi bintang lima.

“Mc Arthur populer sekali, namun karena tak ada partai yang mencalonkan, saat pulang ke New York, justru Eisen Hower yang berhasil jadi presiden AS dari Partai Demokrat, jadi populer saja tidak cukup, namun harus appeal pada partai,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Salim juga menyarankan pada Jenderal Gatot Nurmantyo, jika ingin berlaga dalam Pilpres 2019, maka sejak sekarang harus mendekati partai politik. Karena partai politiklah yang memiliki wewenang yang sah untuk mencalonkan seseorang itu bisa jadi calon atau tidak.

“Dan yang penting lagi, Pak Gatot tidak perlu berharap menjadi Wakilnya Pak Jokowi, karena itu saya rasa kecil kemungkinannya, karena Pak Jokowi akan lebih memilih wakilnya dari tokoh luar Jawa,” kata Salim berargumen.

Faktor non Jawa, tambah Salim bisa dimengerti sebagai bagian dari representasi Indonesia. Oleh karena itu gencarnya pembangunan infrastruktur pembangunan di luar Jawa adalah bagian tak terpisahkan dari rencana Pak Jokowi menjelang 2019.

“Sebaiknya Pak Gatot maju sebagai calon presiden dan harus dipersiapkan dari sekarang,” saran Salim Said mantap. (tur)

 

 

Related posts