Praktik Dumping Hancurkan Peternak Ayam?

jabartoday.com/net
jabartoday.com/net
JABARTODAY.COM – BANDUNG — Sejak beberapa hari terakhir, harga ayam mengalami perubahan cukup signifikan. Satu di antaranya, terjadinya drop harga ayam hidup pada level peternak. Saat ini, harga jual ayam hidup pada level tersebut senilai Rp 8.500 per kilogram hidup.

“Benar. Harga ayam hidup pada tingkat peternak, saat ini, turun drastis, yaitu menjadi Rp 8.500 per kilogram hidup. Situasi ini menghancurkan para peternak rakyat karena otomatis membuat harga jualnya pun anjlok. Terlebih, biaya produksinya mencapai Rp 19.000 per kilogram hidup,” tandas Sekretaris Presidium Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI), Aswin Pulungan, belum lama ini.

Menurutnya, harga jual ayam hidup pada tingkat peternak, normalnya, senilai Rp 21.000 per kilogram hidup. Akan tetapi, sambung dia, selama beberapa hari terakhir, harga jualnya terus merosot, yaitu berturut-turut menjadi Rp 16.000 per kilogram hidup, Rp 13.500 per kilogram hidupm, Rp 11.500 per kilogram hidup, dan terakhir, Jumat (19/2), Rp 8.500 per kilogram hidup.

Aswin menilai, situasi seperti ini terjadi bukan tanpa sebab. Dia menduga praktik dumping oleh korporasi besar sebagai penyebabnya. Diutarakan, korporasi-korporasi besar, yang di antaranya, asal beberapa negara, seperti Korea, Thailand, dan Cina, mendominasi pasar nasional, yaitu sekitar 80 persen, dan nilai transaksinya sekitar Rp 200 triliun. Jika memang praktik dumping itu terjadi, tuturnya, itu berarti, korporasi besar tidak lagi peduli pemerintah.

Aswin berpandangan, adanya praktik dumping tersebut menunjukan perusahaan besar tidak peduli lagi terhadap pemerintah. Mereka menilai pemerintah kalah dan tidak memiliki keberanian untuk melakukan penindakan. PPUI meyakinkan, dipastikan saat ini ruang beku yang dimiliki oleh perusahaan besar tersebut sudah dipenuhi oleh ayam potong yang memiliki harga sangat murah.

Aswin mengatakan, beberapa waktu sebelumnya, harga jual ayam hidup sempat naik, yang semula Rp 21.000 per kilogram hidup, menjadi Rp 23.000 per kilogram hidup. Itu terjadi karena harga pakannya pun naik. Aswin menduga, situasi tersebut terjadi karena adanya permainan harga korporasi besar. Kenaikan harga ayam hidup, ujarnya, tidak tertutup kemungkinan, sebagai upaya menekan pemerintah dan konsumen sehingga ada reaksi.

Hasilnya, imbuh dia, memang terjadi reaksi konsumen yang kuat. Itu menyebabkan, katanya, membentuk opini bahwa kenaikan harga jual ayam hidup akibat langkanya pakan, satu di antaranya, jagung. Padahal, tukasnya, korporasi besar tidak ingin pemerintah melakukan impor jagung, yang sebelumnya mereka lakukan, melalui Bulog. (ADR)

Related posts