Pondok Pesantren Bukan Sarang Teroris

pesantrenmandiri

JABARTODAY.COM – CIAMIS

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menegaskan Pondok Pesantren (ponpes) merupakan wadah pendidikan dan pembinaan umat dalam kerangka menyediakan sumberdaya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing. Keberadaan ponpes sangat strategis sebagai agen pembangunan dan perubahan di tengah masyarakat. Sebagai ujung tombak pendidikan, ponpes sangat membantu dan berperan aktif dalam proses pembangunan. Bahkan sejak jaman perjuangan dahulu, ponpes acapkali digunakan sebagai pusat perjuangan merebut kemerdekaan. Untuk itu, dirinya menolak tegas anggapan pondok pesantren sebagai sarang teroris apalagi disebut sebagai penghasil teroris. Kalaupun ada dugaan keterlibatan pondok pesantren ataupun oknum alumnus santri, maka perlakukanyapun bersifat melokalisir permasalahan dan dilakukan pembinaan.

“Kalau ada satu dua pondok pesantren yang seperti itu atau ada oknum alumni santri yang melakukan aksi seperti itu, ya jangan disamaratakan atau digeneralisir bahkan disimpulkan pondok pesantren sarang teroris. Jangan lalu membuat tindakan yang salah dan merugikan. Harus dilokalisir mana mana pondok pesantren yang dianggap bermasalah, itu yang dibina. Jangan sampai membuat kebijakan dan tindakan yang justru merugikan semua pihak,” tegas Gubernur saat menjawab pertanyaan awak media di Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Ciamis, Senin (10/9), seusai menghadiri silaturahim Gubernur Jawa Barat dengan ribuan santri yang berasal dari puluhan ponpes se Kabupaten Ciamis yang tergabung dalam Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Kabupaten Ciamis di Gedung Islamic Centre Kabupaten Ciamis.

Menurut Gubernur, sejak dulu hingga kini, pondok pesantren mengajarkan kepada santrinya dengan sejumlah ilmu-ilmu agama. Diajarkan pula soal toleransi, baik terkait dengan persoalan agama, maupun hubungan sosial antar pemeluk agama. Dan peranan ulama selama ini cukup signifikan. Selain mengajarkan ilmu agama juga memberikan bekal pengetahuan kehidupan, baik yang bersifat keduniawian maupun masalah akhirat. Dan ulama adalah posisi yang diberikan masyarakat untuk orang yang memiliki ilmu yang lebih di bidang agama dan penguasaan ilmu lainnya. Sehingga tidak perlu ada sertifikasi terhadap eksistensi ulama di tengah masyarakat. “Sertifikasi ulama bukan jalan memecahkan persoalan. Karena posisi ulama adalah bentuk pengakuan masyarakat terhadap figur yang paham persoalan agama,” jelasnya.

Lebih lanjut dia  menyatakan jumlah Pondok Pesantren di Jawa Barat mencapai 12.494 buah yang tersebar di 26 kabupaten/kota. Mulanya jumlah yang terdata di Kantor Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat hanya 6000-an buah, tetapi setelah dilakukan sensus mendalam, dihasilkan jumlah yang banyaknya mencapai dua kali lipat. “Dan ingat satu-satunya provinsi yang melakukan sensus jumlah pondok pesantren hanya di Jawa Barat,” ujarnya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk komitmen dirinya selaku Gubernur, untuk mendata lebih akurat lembaga ponpes sebagai mitra pembangunan yang harus didorong aktif dalam menghasilkan SDM yang unggul dan berdaya saing. “Dengan sensus tersebut, kita memiliki gambaran nyata, tentang apa yang harus kita kerjakan untuk memajukan dunia pendidikan, khususnya di pondok pesantren,” tuturnya. (FZF)

Related posts