Penjilat dan Pencuri

M. Rizal Fadillah, Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Barat, juga Ketua Masyarakat Unggul (Maung) Institute Bandung

Oleh M. Rizal Fadillah

Pasangan Jokowi yakni Ma’ruf Amin adalah upaya mendulang suara dari umat Islam. Ini sebenarnya menjilat ludah sendiri ketika Ketum PDIP menyatakan tidak merasa perlu dukungan umat Islam. Tidak tanggung-tanggung Ketua Umum MUI yang ditarik, yang juga oleh beberapa kalangan digambarkan sama telah menjilat ludah sendiri.

Semula Jokowi hendak berpasangan dengan Mahfud MD yang dinilai sudah matang oleh sang Profesor ini. Ia siap berangkat ke tempat deklarasi. Tiba-tiba berubah. Nampaknya ini pun menjadi bagian dari menjilat dan menelan ludah sendiri.

Kultur politik jilat-menjilat untuk dapat menjabat jelas menjijikkan, meski lazim saja dalam politik. Persoalannya adalah harga diri yang runtuh karenanya. Cendekiawan, ulama, dan aktivis yang menjilat ada yang berhasil ada yang gagal. Tapi semua sama hilang nilai kemuliaannya, hilang harga dirinya. Pantas jika Nabi mengajarkan jika ada orang yang suka memuji-muji, lempar ia pakai pasir. Yang dipuji bisa mengawang-awang lalu jatuh, yang memuji-muji menjadi penjilat yang sedang merebus dirinya sendiri.

Kadang deklarasi adalah pamer kebodohan dan kenaifan yang dilihat oleh berjuta orang. Ia mengira jabatan tinggi itu akan menjulangkan wibawanya ke langit. Ia lupa, kekuasaan adalah cobaan. Qur’an mengingatkan Allah yang memberi dan mencabut, Allah yang memuliakan dan menghinakan. Allah yang berbuat sekehendak-Nya. Terlalu banyak penguasa yang merasakan ‘kekuasaan Allah pada akhirnya’. Ia terjungkal berguling-guling dalam kehinaan.

Kini para penjilat sedang menipu dirinya sendiri. Ia mengira ia akan memakan padahal sedang dimakan. Mengadali padahal sedang ‘dikadalin’. Begitu hukum kekuasaan dan jabatan yang diperebutkan.

Semoga para cendekiawan, ulama, ataupun aktivis cepat sadar pada perilaku sandiwara yang menjadi teriakkan dan tertawaan di panggung itu. Kembali menjaga marwah dan harga dirinya sendiri.

Ma’ruf Amin jadi cawapres Jokowi sah-sah saja. Tapi sebagai Ketua Umum MUI yang usia sudah sepuh, sangatlah mengenaskan. Teriris hati sang ulama direndahkan. Menjadi wakil figur yang terlalu banyak pertanyaan akan kemampuan, independensi, dan karakter kenegarawanannya. Kebijakan yang membuat rakyat banyak tertekan.

Biarlah sejarah memperlihatkan hasil dari langkah yang diambil, hanya saja para pencuri selalu mengintai di tengah kelengahan. pencuri demokrasi, pencuri hak asasi, pencuri kenegarawanan, pencuri kecendekiawanan, pencuri keulamaan. Dialah politisi pencuri, cendekiawan pencuri, ulama pencuri.
Moga bangsa ini tidak diisi dan diatur oleh para pencuri. Pencuri bertopeng kesederhanaan, keluguan, ataupun kealiman.***

Related posts