Kejahatan Perbankan dan Keterkaitan Orang Dalam

Kompol M Budi hendrawan, SIK, MHOleh: Kompol M Budi Hendrawan SIK, MH
Perwira Sespimen Angkatan 55 Tahun 2015

Kasus kejahatan perbankan dalam beberapa tahun ini mengalami peningkatan. Meski angka kejahatan perbankan di Indonesia masih tergolong rendah bila dibanding negara Asia Tenggara lainnya, namun kewaspadaan terhadap kejahatan ini harus ditingkatkan. Kerjasama antara regulator industri perbankan (Otoritas Jasa Keuangan) dengan aparat penegak hukum, khususnya Mabes Polri harus ditingkatkan. Langkah koordinasi harus dilakukan untuk mempersempit ruang kejahatan perbankan.

Pakar Hukum Pencucian Uang Universitas Indonesia (UI), Yenti Ganarsih, berpendapat hampir seluruh kejahatan perbankan melibatkan orang dalam dari industri perbankan. Atas dasar itu, pengawasan dari regulator seperti Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Polri  menjadi hal yang penting. Bahkan, pengawasan harus ketat sejak masih di tahap internal industri perbankan tersebut.  Meski begitu, biasanya aktor intelektual dari kejahatan perbankan berasal dari pihak luar yang bekerjasama dengan orang dalam.

Modus yang sering digunakan dalam kejahatan perbankan adalah pengucuran kredit yang fiktif, seperti nilai agunan yang jauh dari seharusnya serta banyaknya debitur bodong. Untuk mengoptimalkan pengejaran aset dari kejahatan perbankan,  bisa diterapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pengenaan pasal ini berlaku bagi pelaku orang dalam perbankan dan pihak luar. Untuk pihak luar, bisa dikenakan dengan Pasal 55 KUHP atau turut serta. Pengenaan pasal ini harus dilakukan agar menimbulkan efek jera bagi pelaku lainnya.

Salah satu kasus perbankan yang paling anyar dan menjadi sorotan publik adalah kredit fiktif tanpa agunan Bank Jabar Banten (BJB) Kantor Cabang Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, senilai Rp 17 miliar. Dalam kasus ini penyidik Kejaksaan Tinggi Jabar menahan tiga orang tersangka. Apa yang dikatakan pakar hukum pencucian uang benar adanya bahwa pelaku kejahatan ini adalah orang dalam. Ketiga tersangka yang ditangkap penyidik dalam kasus ini adalah orang dalam bank tersebut.  Ketiganya adalah orang internal BJB, di antaranya, R A (pimpinan cabang Bank BJB), RAR (mantan Analis Komersial) dan EM (mantan staf Divisi Mikro di PT BJB Kantor Pusat Bandung).

Setelah diputuskan untuk ditahan, ketiganya langsung dijebloskan ke dalam sel. Ketiganya dijerat dengan pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)  dengan ancaman 20 tahun penjara. Hanya saja, penyidik tak menjerat ketiganya dengan UU TTPU dalam kasus ini. Tidak diterapkannya pasal ini tentu ada pertimbangan sendiri. Penyidik lebih mengetahui tentang pasal mana yang diterapkan. Selain tiga tersangka penyidik juga  sudah menahan dua tersangka itu yakni AH, Ketua Koperasi Putra Daerah di Kabupaten Sukabumi yang merupakan pemohon kredit dan MYM, Direktur PT Haikal. Kerjasama antara pihak internal dengan eksternal juga terbukti.

Modus Kejahatan Perbankan
Modus kejahatan di bidang perbankan memang sedang marak terjadi. Banyak sekali nasabah sebagai korban kejahatan yang melaporkan diri ke pihak bank dan kepolisian. Hampir 3.000 kasus penipuan perbankan tercatat pada tahun 2012 menurut Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia. Kejahatan-kejahatan perbankan ini biasanya dilakukan oleh pelaku dengan berbagai cara tradisional atau manual hingga tingkat modern dengan peralatan canggih. Masyarakat hendaknya waspada terhadap moduk kejahatan perbankan ini. Berikut ini adalah lima jenis kejahatan yang sering dilaporkan korban terkait perbankan:

1. Card Trapping
Kejahatan ini biasanya dilakukan pelaku dengan cara tradisional yakni menjebak kartu dari mesin ATM. Yaitu pelaku akan mengakali mesin ATM dengan menyumpal lubang kartu dengan lidi. Sehingga nasabah yang akan mengambil uang di ATM mengeluh kartunya tersangkut di dalam. Pelaku sebelumnya juga sudah menempelkan stiker informasi kemana nasabah akan melapor jika kartu ATM nya tersangkut. Jika nasabah sudah menghubungi nomer pusat informasi tersebut, pelaku akan meminta PIN nasabah. Untuk menghindarinya, sehendaknya nasabah harus menghapal nomer pusat informasi resmi dari bank terkait untuk menghindari penipuan cara berikut.

2. Via Jejaring Sosial

Cara ini biasanya dilakukan pelaku dengan mendekati si calon korban secara personal. Kasus terbesar yang terjadi yaitu seorang ibu-ibu yang diajak kenalan melalui facebook sehingga tertipu sampai Rp 1 miliar.

3. Rekening Fiktif

Biasanya korban mendapat pesan singkat dari pelaku yang meminta kiriman sejumlah uang ke sebuah nomer rekening. Pelaku menggunakan identitas palsu agar tidak mudah dideteksi oleh perbankan dan kepolisian. Kejadian ini sering dialami korban menjelang perayaan hari besar agama, penerimaan siswa baru atau bisa hari-hari biasa.

4. Pembobolan PIN
Pelaku memanfaatkan kegemaran nasabah yang berbelanja dengan EDC (Electronic Data Capture) daripada ATM. Mereka akan melakukan skimming untuk mencuri data nasabah baik PIN dan kartu Debit. Untuk menghindari kejadian ini, nasabah yang menggunakan EDC sebagai alat pembayaran sebaiknya berhati-hati saat memasukkan PIN ke mesin EDC dengan menggunakan kedua tangan untuk menjaga kerahasiaan.

5. Modus Pemenang Undian
Modus ini yang seringkali terjadi dengan mengirimkan pesan ke nasabah sebagai pemenang undian. Nasabah diminta melakukan registrasi dengan e-banking melalui ATM dan tidak menyadari bahwa bahwa bahaya mengancam mereka.***

Related posts