Kasus Hotasi Nababan Menunjukkan Jaksa Tidak Profesional

JABARTODAY.COM – JAKARTA

Putusan Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjatuhkan vonis bebas terhadap mantan Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines (PT MNA), Hotasi Nababan dan Direktur Keuangan Guntur Aradea dari segala dakwaan pada Selasa (19/02) menunjukkan jaksa penuntut umum (JPU) tidak bekerja secara profesional.

“Keputusan Majelis Hakim Tipikor yang menjatuhkan vonis bebas mantan Dirut Merpati Hotasi Nababan menunjukkan bahwa perkara tersebut tidak layak untuk diangkat ke pengadilan,” ujar Komisioner Kejaksaan Republik Indonesia, Kamilov Sagala, SH., MH. kepada wartawan di Jakarta, Rabu (20/02).

 

Kamilov menegaskan, jaksa semestinya bekerja profesional dalam menetapkan sebuah kasus yang diduga mengandung unsur tindak pidana korupsi. Jaksa harus memastikan berkas perkara yang dilimpahkan ke pengadilan telah mengandung alat bukti yang lengkap.

 

“Kasus Hotasi Nababan ini menjadi pelajaran berharga bagi jaksa agar lebih jeli dan berhati-hati serta tidak mudah melimpahkan kasus tertentu ke pengadilan bila tidak memenuhi syarat materiil maupun formil,” tegas Kamilov.

 

Kasus Chevron dan Indosat-IM2

Belajar dari kasus vonis bebas Hotasi Nababan ini, Kamilov mengkhawatirkan sejumlah kasus besar seperti Chevron dan Indosat-IM2 tidak layak dilimpahkan ke pengadilan tipikor.

“Kasus Merpati, Chevron dan Indosat-IM2 terkesan dipaksakan untuk disidangkan di pengadilan tipikor. Amanat Jaksa Agung Basrief Arief kepada jajaran adhyaksa agar jangan mudah untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka sebelum diperoleh alat bukti yang kuat diabaikan jaksa penyidik yang menangani kasus ini,” ujarnya.

Dari laporan yang masuk ke Komisi Kejaksaan dan dari hasil penelaahan dan pemantauan pihaknya atas dua kasus besar yang ditangani Kejagung,  ia menilai kasus tersebut terkesan dipaksakan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Pemidanaan kasus-kasus besar itu mengesankan kejaksaan agung hanya melihat suatu kasus yang secara kuantitas besar tetapi mengabaikan kualitasnya.

“Jaksa terkesan mencari-cari kasus yang kuantitasnya besar agar di mata publik tidak kalah dengan pamor KPK,” tuturnya.

Kamilov menambahkan, pengadilan tipikor jangan dibebani kasus yang tidak layak untuk disidangkan. “Energi kejaksaan agung sebagai aparat penegak hukum harus dioptimalkan untuk menghadirkan rasa keadilan di masyarakat dan bukan melakukan kriminalisasi,” imbuhnya. (FZF)

 

Related posts