Hampir setiap tahun, di Indonesia, para pelaku usaha harus merealokasi biaya operasionalnya, utamanya, yang berkaitan dengan upah atau gaji para pekerjanya. Itu terjadi karena setiap tahun terjadi kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Tahun depan pun, kalangan buruh dan pekerja yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja merancang berapa angka kenaikan upah mereka ajukan kepada pemerintah. Pengajuan itu berdasarkan perkembangan ekonomi, satu diantaranya inflasi. “Benar. Saat ini, kami masih merancang kenaikan UMK 2015,” tukas Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jawa Barat, Roy Jinto, di Kantor KSPSI, Rabu (24/9/2014).
Roy mengemukakan, untuk UMK 2015, pihaknya tidak ingin adanya disparitas kenaikan upah antar kabupaten/kota, seperti yang terjadi pada penetapan UMK 2014. Untuk itu, jelas dia, pihaknya mengajukan usul dan rancangan kepada Dewan Pengupahan.
Dikatakan, sejauh ini, pihaknya menunggu hasil survey Dewan Pengupahan mengenai komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL), yang menjadi salah satu acuan terbitnya penetapan kenaikan UMK. Proyeksinya, kata dia, pada awal Oktober 2014, pihaknya mengajukan usul tersebut kepada Dewan Pengupahan.
“Usulnya, untuk para pekerja yang upah atau gajinya tidak melebihi Rp 2 juta per bulan, kenaikannya 30 persen. Sedangkan para pekerja atau buruh yang gajinya melebihi Rp 2 juta per bulan, usul kami, kenaikannya 20 persen. Hal itu agar terjadi perimbangan kenaikan upah sehingga meminimalisir kesenjangan upah para pekerja di setiap kota-kabupaten,” papar Roy.
Sebenarnya, ungkap Roy, pihaknya sudah mengajukan usul tersebut kepada serikat-serikat pekerja. Pada dasarnya, tutur dia, serikat-serikat pekerja tersebut sependapat. (ADR)