Urgensi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) untuk Kuningan

Gravatar Image

Fahrus Zaman Fadhly, Anggota Dewan Pakar ICMI Orda Kuningan

 

Cities have the capability of providing something for everybody, only because, and only when, they are created by everybody,” ——-Jane Jacobs

The city is a theater of social action, and everything else – art, politics, education, commerce – only serve to make the social drama meaningful.” ——-Lewis Mumford

 

Kabupaten Kuningan, dengan pesona alamnya yang asri dan dinamika ekonominya yang berkembang, membutuhkan tata kelola ruang yang terencana dan berkelanjutan (planned and sustainable). Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) hadir sebagai panduan utama dalam mengarahkan pembangunan agar tetap harmonis dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Tanpa RDTR, pertumbuhan wilayah bisa berjalan tanpa arah, mengorbankan keseimbangan antara kemajuan dan kelestarian. Sepengetahuan penulis, Kabupaten Kuningan belum memiliki RDTR, sehingga arah pengembangan wilayah masih bergantung pada kebijakan sektoral yang mungkin belum terintegrasi secara optimal.

Setidaknya ada 7 alasan utama urgensi RDTR bagi Kabupaten Kuningan. Pertama, mendorong pembangunan yang terencana dan berkelanjutan. Seperti seorang arsitek yang merancang bangunan dengan presisi, RDTR hadir sebagai panduan utama dalam mengarahkan laju pembangunan Kuningan agar tak sekadar tumbuh, tetapi berkembang dengan harmoni. Setiap jengkal tanah memiliki fungsinya, setiap sudut kota mengemban perannya. Tanpa perencanaan yang matang, pembangunan bisa meleset dari arah yang semestinya, dan menciptakan tumpang tindih yang merugikan banyak pihak.

Keberlanjutan menjadi nyawa dari sebuah tata ruang yang ideal. RDTR memastikan bahwa setiap aspek pembangunan selaras dengan daya dukung lingkungan dan kebutuhan sosial-ekonomi masyarakat. Perkotaan dan pedesaan harus dirajut dalam keselarasan, agar modernisasi tidak menggerus identitas lokal dan keseimbangan ekologi tetap terjaga. Lebih dari sekadar rencana di atas kertas, RDTR adalah kompas bagi pertumbuhan wilayah. Dengan kebijakan yang tepat, pembangunan di Kuningan dapat melangkah mantap ke depan—tidak sekadar mengikuti arus perubahan, tetapi memimpin arah perubahan itu sendiri.

Kedua, mengoptimalkan pemanfaatan lahan. Lahan adalah sumber daya yang tak bisa diperbanyak, tetapi bisa dimaksimalkan. RDTR berperan sebagai sutradara yang memastikan setiap bidang tanah dimainkan sesuai perannya. Lahan pertanian harus tetap subur, kawasan permukiman harus nyaman dan layak huni, sementara sektor industri dan perdagangan harus berkembang tanpa mencaplok ruang-ruang yang seharusnya dilindungi.

Tanpa perencanaan yang terarah, lahan bisa berubah menjadi medan perebutan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dapat merusak keseimbangan ekosistem dan mengorbankan masa depan demi kepentingan sesaat. RDTR hadir untuk menengahi, memastikan pembangunan tidak melampaui batas kewajaran dan tetap dalam jalur yang benar. Dengan RDTR, Kuningan dapat memanfaatkan lahannya dengan optimal. Setiap hektar memiliki nilai, setiap meter persegi berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, bukan hanya tata kota yang teratur, tetapi juga ketahanan ekonomi dan kelestarian lingkungan yang semakin kokoh.

Ketiga, menarik investasi dan meningkatkan ekonomi daerah. Peta investasi tidak hanya ditentukan oleh modal dan sumber daya manusia, tetapi juga oleh kejelasan regulasi. RDTR menjadi penanda kepastian bagi para investor, memberi mereka kepastian hukum dalam menentukan langkah. Di mana kawasan industri boleh dibangun, di mana ruang publik harus dipertahankan, semua tertata jelas. Ketegasan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha yang ingin menanamkan modal di Kuningan.

Ketika investasi tumbuh, roda ekonomi daerah pun berputar lebih kencang. Lapangan kerja terbuka, sektor usaha kecil dan menengah terdorong maju, dan masyarakat merasakan manfaatnya secara langsung. RDTR memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya tentang angka-angka statistik, tetapi tentang kesejahteraan yang nyata bagi setiap warga. Namun, investasi yang baik bukanlah yang mengorbankan lingkungan dan keseimbangan sosial. RDTR mengarahkan modal yang masuk agar tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi bagi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan begitu, Kuningan tidak hanya menjadi destinasi investasi, tetapi juga contoh bagaimana ekonomi dapat berkembang tanpa mengorbankan warisan alam dan budaya.

Keempat, melindungi lingkungan dan sumber daya alam. Alam adalah warisan yang tak ternilai (an invaluable legacy), dan Kuningan dianugerahi lanskap yang indah serta sumber daya alam yang melimpah. Namun, tanpa pengelolaan yang bijak, keindahan ini bisa luntur digerus eksploitasi yang tak bertanggung jawab. RDTR menjadi perisai yang menjaga keseimbangan, memastikan pembangunan berjalan seiring dengan kelestarian lingkungan.

Hutan lindung, resapan air, dan ruang terbuka hijau bukan sekadar zona kosong di peta, tetapi benteng pertahanan bagi ekosistem. Dengan tata ruang yang tepat, Kuningan dapat menghindari bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, atau degradasi kualitas udara. RDTR merancang ruang hidup yang tidak hanya nyaman untuk manusia, tetapi juga ramah bagi alam.

Keberlanjutan bukan hanya jargon, tetapi sebuah keharusan. Dengan RDTR, Kuningan bisa memastikan bahwa pertumbuhan wilayah tidak mengorbankan kelestarian lingkungan. Sebab, sejatinya, kota yang maju bukanlah yang paling padat atau paling megah, tetapi yang mampu menjaga keseimbangan antara pembangunan dan alamnya.

Kelima, memudahkan pengendalian dan pengawasan pembangunan. Dalam pembangunan, ketertiban adalah fondasi yang tak boleh diabaikan. RDTR menjadi alat kendali yang memastikan setiap proyek berjalan sesuai regulasi, mencegah kekacauan yang bisa merusak wajah kota. Tanpa aturan yang tegas, kita bisa melihat maraknya bangunan liar, penyempitan kawasan hijau, atau infrastruktur yang tak sesuai kebutuhan.

Dengan adanya RDTR, pemerintah daerah memiliki landasan kuat untuk mengontrol dinamika pembangunan. Pengawasan menjadi lebih terarah, karena ada acuan yang jelas untuk menilai apakah suatu proyek sesuai dengan visi tata ruang atau justru menyimpang dari perencanaan. Regulasi yang transparan ini juga melindungi masyarakat dari dampak negatif pembangunan yang tidak terkontrol. Lebih dari itu, RDTR menciptakan keteraturan yang memberi rasa aman bagi semua pihak. Dengan pengendalian yang baik, Kuningan bisa berkembang tanpa terjebak dalam jebakan urbanisasi yang berantakan. Sebuah kota yang rapi bukan hanya indah dipandang, tetapi juga mencerminkan tata kelola yang profesional dan visioner.

Keenam, mendukung pengembangan infrastruktur dan transportasi. Setiap kota membutuhkan nadi yang mengalirkan kehidupan—jalan raya yang menghubungkan, transportasi yang efisien, serta fasilitas publik yang memadai. RDTR memastikan bahwa semua elemen ini terintegrasi dalam satu rancangan besar, menciptakan konektivitas yang mendukung mobilitas masyarakat dan ekonomi daerah.  Tanpa perencanaan yang matang, kemacetan bisa menjadi masalah yang tak terhindarkan. Infrastruktur yang tidak terarah akan menyebabkan kesenjangan dalam aksesibilitas, membuat sebagian wilayah tertinggal dalam gelombang pembangunan. RDTR mencegah hal ini dengan mengatur zonasi jalan, lokasi terminal, dan perencanaan transportasi massal yang lebih efektif.

Ketika infrastruktur dibangun dengan visi jangka panjang, Kuningan akan menjadi kota yang lebih ramah bagi warganya. Perjalanan lebih lancar, fasilitas publik lebih mudah dijangkau, dan kehidupan menjadi lebih efisien. RDTR bukan sekadar tentang jalan dan bangunan, tetapi tentang bagaimana ruang kota dapat meningkatkan kualitas hidup penghuninya.

Ketujuh, meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada akhirnya, segala perencanaan tata ruang bermuara pada satu tujuan utama yakni: kesejahteraan masyarakat. RDTR bukan hanya tentang garis dan warna di peta, tetapi tentang menciptakan ruang hidup yang nyaman, sehat, dan berdaya saing bagi warga Kuningan. Ketika tata ruang terkelola dengan baik, masyarakat memiliki akses lebih mudah terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan, dan ruang publik yang berkualitas. Kawasan perumahan dirancang agar tidak sesak, ruang hijau diperbanyak untuk menunjang kesehatan mental dan fisik, serta tempat usaha diberikan ruang yang strategis untuk berkembang.

Kota yang baik adalah kota yang memberikan kesempatan bagi setiap warganya untuk berkembang. Saya jadi teringat Charles Montgomery, penulis “Happy City: Transforming Our Lives Through Urban Design”. Ia berkata: “Cities that encourage walking, biking, and social interaction don’t just save us money and energy; they make us happier.”  Kota yang mendorong berjalan kaki, bersepeda, dan interaksi sosial tidak hanya menghemat uang dan energi, tetapi juga membuat kita lebih bahagia. Dengan RDTR yang visioner, Kuningan tidak hanya membangun gedung dan jalan, tetapi juga menciptakan ekosistem sosial yang lebih sejahtera, di mana setiap individu dapat hidup dengan lebih layak, produktif, dan bahagia. Semoga! []

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *