Umar Basalim: Infrastruktur Harus Mampu Mendorong Pengembangan Industri

Budayawan Eros Jarot sedang memimpin sesi tanya jawab diskusi publik “Paradoks Utang Pemerintah (dok. Jabartoday.com)

JABARTODAY.COM – Guru Besar Ekonomi Universitas Nasional Prof. Dr. Umar Basalim DEA mengingatkan agar pembangunan infrastruktur yang sedang gencar dilakukan pemerintah saat ini harus mampu mendorong pengembangan industri nasional.

“Pembangunan infrastruktur yang dibiayai dengan utang itu harus bermanfaat bagi pengembangan industri, jangan sampai tidak mampu memacu tumbuhnya industri nasional terutama yang menghasilkan produk ekspor,” kata Umar Basalim.

Pendapat itu disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk, “Paradoks Utang Pemerintah: Dialog Ekonomi-Politik” di Gedung Pascasarjana Universitas Nasional, Jakarta (28/11). Diskusi tersebut terselenggara atas kerjasama Political Economy and Policy Studies (PEPS) dengan Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional.

Hadir sebagai pembicara Managing Director PEPS  Drs. Antony Budiawan, M.Sc dan Guru Besar Ekonomi Universitas Nasional  Prof. Dr. Umar Basalim DEA. Diskusi yang dipandu Budayawan Eros Djarot itu berlangsung sangat dinamis.

Menurut Umar Basalim, selama ini bottle neck perekonomian nasional memang terletak pada minimnya infrastruktur dasar pendukung industri. Hingga saat ini Indonesia mengalami ketinggalan yang jauh dibanding negara-negara lainnya di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Thailand. Apalagi dengan Negara maju seperti Hongkong Jepang maupun Amerika dan China.

“Kita memang tertinggal sekali infrastrukturnya, oleh karena itu pembangunan infrastruktur menjadi keharusan yang tidak bias ditunda lagi,” tegas Umar Basalim.

Umar Basalim melihat pilihan pemerintahan Joko Widodo memang melahirkan resiko tersendiri karena pembangunan infrastruktur dalam jangka pendek belum bias langsung  dinikmati multiplier effect-nya. Pembangunan infrastruktur membutuhkan waktu yang panjang dan bisa dinikmati dalam jangka menengah dan panjang.

“Biasanya pemerintah itu cenderung melakukan program-program yang jangka pendek sehingga hasilnya bisa dijadikan modal untuk pertarungan pemilu berikutnya, Pak Jokowi ini malah pilih yang efeksnya jangka panjang, keberanian seperti ini juga menarik,” jelas Umar Basalim.

Namun demikian Umar Basalim juga mengkritisi program kerja Pemerintahan Jokowi yang belum mampu merealisasikan konsep Nawacita yang pernah “dijual” dalam kampanye pemilihan presiden 2014 lalu.

“Saya melihat gerak pembangunan ke arah Nawacita itu belum nampak, itu tantangan yang harus segera diwujudkan,” jelas Umar Basalim.

Antony Budiawan lebih banyak menyajikan angka-angka ekonomi terkait utang Pemerintah dari waktu ke waktu.

Menurut Antony, utang Pemerintah terus membengkak di masa Jokowi karena selama tiga tahun berturut-turut mengalami defisit. Tahun 2015 defisit mencapai Rp.298.5 triliun, sedang tahun 2016 mencapai Rp.308.3 triliun dan tahun 2017 menembus angka 397.2 triliun.

“Jadi dalam tiga tahun pemerintahan Jokowi ini mengalami defisit sebesar Rp.1.004.0 triliun, kondisi ini yang kemudian memicu meningkatnya utang,” jelas Antony.

Antony menyarankan agar Pemerintah Jokowi tetap memperhatikan keseimbangan antara penerimaan dan pemasukan.

“Apabila ingin neraca anggarannya seimbang, maka kurangi saja belanja, tapi apakah pemerintah mau melakukan itu,” tanya Antony menegaskan. (Jos)

Related posts