JABARTODAY.COM – Ekonom Hendri Saparini mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5% sejatinya tidak cukup untuk memberikan banyak manfaat untuk penciptaan lapangan kerja dan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat.
“Kalau ditanya pertumbuhan kita 5% cukup atau tidak tentu tidak cukup, tentu tidak cukup untuk menciptakan lapangan kerja, tidak cukup untuk menaikkan kesejahteraan masyarakat, tidak cukup untuk menaikkan income masyarakat,” kata Hendri di Jakarta, Selasa (28/11).
Namun Hendri mengaku optimistis ekonomi Indonesia bisa menembus di atas 5%. Pasalnya masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal, antara lain stabilitas ekonomi, produksi dalam negeri, kapasitas pasar yang besar hingga iklim investasi yang baik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun belakangan berada di level 5%. Di tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,02% dan di tahun 2015 berada di level 4,79%. Di tahun ini, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berada di level 5,2%. Diperkirakan angka tersebut tidak tercapai dan berada di kisaran 5-5,1%.
Menurut ekonom yang dikenal Pro Rakyat ini menambahkan, permintaan konsumsi dalam negeri bisa dilakukan dengan meningkatkan produksi. Pasalnya, masih ada beberapa produk yang banyak diminati tapi belum bisa banyak dipasok dari dalam negeri.
“Jika ingin tumbuh lebih tinggi, maka inovasinya bisa kita optimalkan dari produksi, karena dari sisi permintaan kita sudah cukup. Kita punya potensi pasar yang besar, namun sejalan dengan itu harus diikuti dengan pemenuhan produksi dalam negeri,” ujar Hendri.
Selain itu, kebijakan fiskal juga perlu didorong untuk menggerakkan sektor yang sedang tumbuh lambat melalui insentif. Jangan hanya mengejar penerimaan perpajakan saja.
“Sekarang kebijakan pajak dan fiskal harus dioptimalkan tidak hanya menjaga konsumsi tetapi juga mendorong konsumsi,” ujar Hendri.
Selanjutnya, perlu dilakukan inovasi sektor pembiayaan dengan menambah instrumen investasi. Sehingga masyarakat memiliki lebih banyak alternatif investasi dan pembiayaan untuk proyek bisa diatasi.
“Bisa dilakukan inovasi dengan mengubah pembiayaan Pemerintah dengan tercipta model lebih banyak bisa mendorong belanja pemerintah BUMN juga swasta,” ujar Hendri. (Jos)