JABARTODAY.COM, BANDUNG – – Seratusan massa yang menamakan Gerakan Rakyat Anti Komunis (Gerak) Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate dan DPRD Jabar Jl.Diponegoro Kota Bandung, Selasa (17/9/2024).
Aksi ini dilakukan dalam rangka menyikapi dicabutnya Tap MPRS no.33 tahun 1967 dan bahaya laten PKI oleh MPR beberapa waktu lalu. Dalam orasinya beberapa orator menyampaikan bahwa pencabutanTap MPRS tersebut sangat berbahaya bagi bagi Bangsa Indonesia dan juga ideologi Pancasila.
Perwakilan massa kemudian melakukan audiensi dan diterima di ruang pansus DPRD Jabar. Selanjutanya Ketua Gerak Jabar HM.Roinul Balad menyampaikan pernyataan sikapnya. Menurutnya pencabutan Tap MPRS ini bagi Gerak Jabar adalah sebuah upaya pengaburan sejarah dan peristiwa G30S PKI.
“Bahwa peristiwa G30S PKI adalah peristiwa penting dan tidak boleh dilupakan oleh seluruh anak bangsa ini. Penghianatan dan pelanggaran HAM berat telah dilakukan oleh PKI terhadap para jenderal, ulama, dan putra terbaik bangsa lainnya yang telah menjadi korban kebiadaban PKI itu sendiri,”tegasnya.
Oleh karena itu Gerak Jabar menyatakan sikap sebagai berikut:
1.Menolak atas dicabutnya tap MPRS No.33 tahun 1967 karena bisa mengaburkan sejarah dan peristiwa G30S PKI serta kekejaman komunis lainnya.
2.Meminta kepada MPR RI untuk menganulir keputusan tersebut dan segera untuk merevisinya kembali.
3.Meminta kepada masyarakat Jabar untuk tidak lupa terhadap peristiwa G30S PKI dan kekejaman PKI lainnya.
4.Meminta kepada semua pihak untuk memutar kembali film G30S PKI dan menyebarluaskan kepada semua lapisan Masyarakat.
5.Meminta kepada aparat TNI-Polri bersikap tegas terhadap pihak yg membawa dan menyebarkan paham komunis serta yg ingin menghidupkan kembali PKI di Indonesia.
6.Meminta kepada pemerintah Jabar secara aktif mensosialisasi kan bahaya paham komunis me dan antek-anteknya.
7.Mengajak pimpinan ormas Islam dan ormas nasionalis untuk aktif dan tegas melawan pihak yang membawa dan menyebarkan paham komunis dan yang ingin menghidupkan kembali PKI.
Usai membacakan pernyataan sikanya, Ketua Gerak Jabar Roinul Balad kemudian menyerahkannya kepada Kesekretariatan DPRD Jabar yang diwakili oleh Iman Toharuddin selaku Kabag Fasilitas Penganggaran & Pengawasan DPRD Jabar.
Dalam kesempatan tersebut Iman menjelaskan bahwa saat ini anggota DPRD Jabar masa bakti 2024 – 2029 sebanyak 119 orang yang telah dilantik di Gedung Merdeka beberapa waktu lalu.
“Namun perlu bapak ibu ketahui bahwa saat ini DPRD Jabar belum dibentuk alat kelengkapan dewan seperti komisi, fraksi dan sebagainya. Kita saat ini masih masa transisi,”terang Iman.
Namun demikian pihaknya sangat mengapresiasi kehadiran Gerak Jabar dalam menyampaikan aspirasinya khususnya terkait dicabutnya Tap MPRS No.33 tahun 1967. Aspirasi tersebut akan diteruskan ke Pemerintah Pusat melalui DPR RI.
“Setalah ini kami akan segera membuatkan notulensi dan melampirkan pernyataan sikap Gerak Jabar ini. Sekali lahi atas nama sekretariat DPRD Jabar mengucapkan terima kasih atas kedatangan bapak ibu semua dan kami terima pernyataan sikap untuk selanjutnya diteruskan kepada bapak pimpinan,”janjinya.
Sebagaimana diketahui Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo menyerahkan Dokumen Surat Pimpinan MPR RI yang ditandatangani 10 pimpinan MPR kepada Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dan Ahli Waris Keluarga Besar Presiden Soekarno. Surat Pimpinan MPR ini menjadi jawaban atas Surat MenkumHAM Nomor: M.HHHH.04.01-84 tanggal 13 Agustus 2024 perihal Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
“Melalui surat tersebut, pimpinan MPR menegaskan bahwa secara yuridis tuduhan terhadap Presiden Soekarno yang dianggap memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dinyatakan tidak berlaku lagi sesuai Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960-2022,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Senin (9/9/2024).
Ia menjelaskan TAP MPRS No. XXXIII / MPRS / 1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut. Baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.[ ]