JABARTODAY.COM , BANDUNG – – Memilih pemimpin bukan sekedar urusan dan selesai di dunia tetapi juga akan dibawa dan dimintai pertanggungjawab hingga akhirat kelak. Sebab, semua amal perbuatan akan dihisab termasuk amalan memilih pemimpin.
Demikian disampaikan Ketua Forum Ulama Umat Indonesia, KH Athian Ali M.Dai,Lc.MA saat mengisi kajian di masjid Al Fajr Jl.Cijagra Buahbatu Kota Bandung, Sabtu (9/11/2024). Kyai Athian juga menginngatkan bahwa seorang muslim wajib hukumnya mengangkat dan memilih pemimpin dari kalangan orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Dalilnya sangat jelas dalam surat Al Madidah ayat 51 dimana orang-orang beriman dilarang menjadikan orang Yahudi dan Nasrani termasuk orang kafir sebagai pemimpin. Namun memilih pemimpin juga harus memilih muslim yang taat pada ajaran Islam, bukan sekedar mengaku beragam Islam,”imbuhnya.
Dasarnya, sambung Kyai Athian, yaitu dengan mengacu pada surat An Nisa ayat 59 dimana bagi orang-orang yang beriman diwajibkan untu taati kepada Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan).
“Taat kepada pemimpin (ulil amri) itu juga wajiba. Namun syarat pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar pemimpin harus ditaati,”jelasnya.
Kyai Athian sendiri berpendapat bahwa rusaknya suatu negeri bisa jadi ada peran ulama jahat yang menjerumuskan rakyatnya untuk memilih pemimpin dzalim. Ia menganalogikan jika seseorang salah dalam memilih pasangan suami atau istri maka dampak keburukannya hanya sebatas seluruh keluarga tersebut.
“Namun jika salah dalam memilih pemimpin dampaknya lebih luas bahkan hingga jutaan orang yang dipimpinnya. Maka betapa buruk dampaknya jika pemimpin tersebut dzalim,”terangnya.
Sementara terkait dengan akan segera dilangsungkannya Pilkada serentak khususnya Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2024 akan ada 4 calon yang dipilih masyarakat. Maka Masyarakat khususnya muslim harus jeli dan teliti profil para calon tersebut.
“Menurut saya 3 calon masih bisa dipertimbangkan. Tapi 1 calon diragukan agamanya bahkan bisa jadi yang bersangkutan tak beragama,”ujarnya.
Calon yang dimaksud adalah Dedi Mulyadi mantan Bupati Purwakarta selama dua periode berturut-turut dari 2008 sampai 2018. Menurut data dan fakta yang dimiliki FUUI bahwa sejak Dedi Mulyadi kembali memimpin Purwakarta pada periode ke 2, banyak ritual kemusyrikan digelar dan diekspos secara besar besaran melalui bungkus festival budaya.
“Ada festival tumpeng dimana mengarak tumpeng berukuran raksasa, dan hasil bumi tersebut banyak dibuang tidak termakan, tercatat sebanyak 37.860 penyajian tumpeng. Lalu ada Festival Bebegig, Festival Topeng dan masih banyak lagi. Semua festifal yang diselenggarakan Dedi Mulyadi adalah mengagungkan syirik dan maksiat dengan bungkus budaya dan adat,”ungkap Kyai Athian.
Selain itu, sambung Kyai Athian, Dedi Mulyadi juga melakukan sejumlah penodaan agama khususnya agama Islam seperti yang tertuang dalam buku Spirit Budaya tulisan yang bersangkutan.
“Contohnya dalam buku tersebut di halaman 11 ada pernyataan ,“agama adalah kebudayaan, kebudayaan adalah agama”. Kemudian di halaman 16 dinyatakan, kebudayaan itu derajat manusia, persis seperti agama” , tutur Kyai Athian dihadapan ratusan jamaah.
Kyai Athian juga mengaku memiliki sejumlah bukti lain terkait tulisan maupun ungkapan yang dilakukan Dedi baik di buku maupun yang lain.
“Sebagai muslim kewajiban kita hanya saling mengingatkan, amar ma’ruf nahi munkar dan mencegah orang tidak berbuat kemunkaran yang lebih luas. Bisa dibayangkan saat menjadi bupati yang lingkupnya kabupaten saja begitu, apalagi nanti jika terpilih jadi gubernur,” terangnya.
Kyai Athian juga mempersilakan jika Dedi Mulyadi atau tim suksesnya membantak atau klarifkasi bahkan dialog terbuka.
“Kita akan sediakan waktu dan tempat. Silakan datang ke Masjid Al Fajr, kita sambut dengan terbuka jika yang bersangkutan atau tim suksesnya akan klarifakasi,” pungkasnya.