Perusahaan Kecil Sulit Peroleh Proyek Besar

jabartoday.com/net
jabartoday.com/net
JABARTODAY.COM – BANDUNG — Ternyata, dalam dunia jasa konstruksi, tidak mudah bagi sebuah perusahaan berskala kecil untuk turut ambil bagian dalam proyek besar. “Memang, seyogianya, berdasarkan aturan dan undang undang, apabila ada sebuah proyek besar, perusahaan jasa konstruksi skala besar menggandeng perusahaan kecil. Faktanya, sulit,” tandas Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia (GAPENSI) Jabar, Susilo Wibowo, pada sela-sela Musyawarah Daerah BPD GAPENSI Jabar, di Hotel Grand Pasundan Bandung.

Bowo, sapaan akrabnya, meneruskan, sejauh ini, pelaksanaan dan pengerjaan proyek berskala besar masih belum merata. Hal itu, jelasnya, terkendala banyak faktor. Menurutnya, sulitnya perusahaan atau badan usaha jasa konstruksi skala kecil memperoleh proyek besar di antaranya, terdapat dalam hal pendanaan.

Diutarakan, perusahaan skala kecil kesulitan memperoleh modal. Itu karena, jelasnya, lembaga perbankan tidak begitu saja menaruh kepercayaan kepada perusahaan skala tersebut. Perbankan, lanjut dia, langsung bersedia mengucurkan permodalan kepada owner atau pemilik proyek. “Sedangkan pemilik proyek, menjalin kontrak dengan perusahaan besar sebagai pelaksana pengerjaan proyek tersebut. Jadi, perusahaan skala kecil tentu mengalami kesulitan permodalan,” paparnya.

Bowo mengutarakan, sejauh ini, sangat sedikit keterlibatan pengusaha lokal dan daerah yang memperoleh porsi untuk menggarap sejumlah proyek raksasa di tatar Pasundan. Perkiraannya, kata Bowo, persentasenya tidak melebihi 5 persen.

Bowo mengungkapkan, saat ini, terdapat 8.500 perusahaan yang tergabung dalam GAPENSI. Namun, kata dia, baru 33 perusahaan dan badan usaha konstruksi yang tersertifikasi.dan terkualiifkasi besar. Khusus Jabar, ujarnya, pada 2015, memiliki anggota terbanyak se-Indonesia, yaitu 3.070 perusahaan dan seluruhnya tersertifikasi. Namun, tuturnya, perusahaan yang berkualifikasi besar sangat minim, sekitar 1 persen.

Sebetulnya, kata dia, pemerintah menerbitkan kebijakan. “Pengerjaan proyek bernilai minimal Rp 30 miliar, pelaksanaan pengerjaannya oleh lembaga BUMN. Bagi swasta nasional non-BUMN, porsinya pengerjaan proyek bernilai lebih kecil daripada Rp 30 miliar. Sedangkan yang minimalnya Rp 50 miliar, pengerjaannya bisa dilakukan perusahaanasing. Tapi, itu pun harus bersifat joint venture dengan perusahaan lokal,” urainya.

Bowo berpendapat, aturan pemerintah tersebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing. Apalagi, ajang ASEAN Economic Community (AEC) bergulir. Dia menilai, kebijakan pemerintah itu tidak menyalahi aturan karena saat AEC, Indonesia pun menginvtervens pasar ASEAN. Sedangkan negara-negara ASEAN lainnya menerapkan aturan yang ketat. (ADR)

Related posts