Perang Suku Bunga Deposito, Persaingan Perbankan Tidak Sehat

ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi. (ISTIMEWA)
ekonom Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi. (ISTIMEWA)

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Beragam reaksi dan komentar terlontar seiring dengan terjadinya perang suku bunga deposito perbankan yang berlangsung sejak 2013. Sejak tahun lalu, tidak sedikit lembaga perbankan yang menetapkan suku bunga deposito yang tinggi, melebihi  melebihi bunga acuan Lembaga Penjamin Simpanan.
 
Ekonom Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi berpandangan ada efek buruk di balik terjadinya perang bunga deposito bagi perekonomian. “Itu terjadi tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi jangka panjang. Efek jangka panjangnya, berpotensi menjadi sebuah ancaman bagi lembaga perbankan,” tukas Acu, sapaan akrabnya, Selasa (23/9/2014).
 
Menurutnya, terjadinya perang suku bunga menunjukkan persaingan bisnis perbankan yang kian tidak sehat. Tentunya, para nasabah harus bereaksi atas perkembangan situasi itu. Bentuknya, jelas dia, meningkatkan kehati-hatian. “Nasabah sebaiknya melihat kemampuan pengeloaan dana sebuah perbankan. Ingat kasus Century. Kasus itu diawali oleh kebijakan Bank Century yang menetapkan suku bunga deposito lebih tinggi daripada perbankan lain,” papar Acu.
 
Dia berpendapat, seandainya sebuah lembaga perbankan menetapkan suku bunga deposito tinggi, secara rata-rata, perbankan memiliki Net Interest Margin (NIM) sebesar 5,5 persen. Kondisi itu, lanjut dia, membuat lembaga perbankan harus mencari dana yang nilai return (pengembalian) minimal 16-17 persen.
 
Secara ekonomi, ujar Acu, kondisi tersebut tidaklah menyehatkan. Pasalnya, terang dia, dapat menyebabkan terjadinya high cost economy. “Sektor riil tidak bergerak, pasar modal terganggu. Selain itu, juga membuat terjadinya investasi berbiaya tinggi,” seru Acu.
 
Jadi, saran Acu, sudah sepatutnya, Bank Indonesia menurunkan suku bunga mereka, karena banyak indikator yang menunjukkan bahwa sudah sepantasnya suku bunga acuan itu turun secara bertahap. Minimalnya, tambah dia, pada tahun ini, Suku Bunga BI berada pada level 7 persen.
 
Pada sisi lain, Acu menyatakan, dua lembaga yang berkenaan dengan bisnis perbankan, BI dan Otoritas Jasa Keuangan, sebaiknya, aktif mengedukasi masyarakat sehingga tidak tergiur suku bunga deposito tinggi. “Yang harus diingat masyarakat, tingginya suku bunga deposito juga membuat tingginya risiko,” tegasnya.
 
Sementara itu, Ketua Kompartemen Sertifikasi Kamar Dagang dan Industri Jawa Barat Lina Aulina menilai, tingginya suku bunga deposito, mendorong melejitnya suku bunga kredit. Lina meneruskan, kondisi itu sangat memberatkan dunia usaha.
 
Memang, ucap Lina, bagi perbankan, kenaikan suku bunga ini menjadi sebuah keuntungan. Sebaliknya, tambah Lina, bagi sektor usaha mikro dan kecil (UMK), kondisi itu memberatkan. (ADR)

Related posts