Peran Pengusaha dalam Membangun Bangsa

Oleh: M. Yusuf Sunaryo

 

Sunaryo, Pengusaha dan Dosen Kewirausahaan (dok.pri)

Ada pertanyaan yang sering membuat kita menjadi penasaran. Misalnya, siapakah seorang pengusaha itu? Tentu saja pertanyaan yang seperti itu akan terdengar sangat klasik, bukan. Namun jika kita tengok semua kajian mengenai entrepreneurship, terutama yang bersifat akademis, mencoba menawarkan aneka ragam definisi dan pengertian mengenai sosok manusia yang disebut pengusaha ini. Semua kajian, perdebatan, dan polemik di seputar definisi pengusaha itu, sekurang-kurangnya menunjukkan besarnya peranan yang mereka mainkan.

Para pengusaha tidak saja berperan dalam memajukan perekonomian, tetapi juga membangun peradaban suatu bangsa melalui karya-karya kreatif mereka yang dinikmati oleh pengusaha membuat sosoknya menjadi sulit untuk dipenjara ke dalam sebuah definisi yang lengkap dan tuntas. Ada sejumlah pengertian yang ditawarkan para ahli dari waktu ke waktu.

Di paruh pertama abad ke-18, Richard Cantillon (1730) seseorang yang disebut-sebut sebagai pencetus istilah “entrepreneur”, pernah mengatakan bahwa inti dari kegiatan pengusaha adalah menanggung risiko. Mereka membeli barang tertentu hari ini, lalu menjualnya esok hari dengan harga yang tak pasti (baca: belum pasti untung).

Ibarat seorang pedagang roti membeli bahan baku trigu, mentega dll di Pasar Palmerah, kemudian mengolahnya menjadi adonan proses menjadi Roti dan menjualnya kembali esok hari bersama pedagang lainya kepada konsumennya di Pasar Tanah Abang dan Blok M. Tak ada kepastian memperoleh keuntungannnya namun risiko itu akan ditempuh oleh seorang entrepreneur.

Menurut ekonom Jean-Baptiste Say (1810), pengusaha adalah seorang koordinator produksi dengan kemampuan manajerial. Ia bisa dikatakan sebagai the pivot on which everything turns, pusat dari bergeraknya segala sesuatu. Di tangan entrepreneur, sesuatu yang masih bersifat ide-ide yang abstrak, mewujud menjadi sesuatu yang dapat dinikmati banyak orang.

Lebih jauh, Joseph Schumpeter (1910) mendefinisikan pengusaha sebagai seorang inovator yang kreatif. Dan sebagai inovator yang kreatif, mereka dilihat sebagai orang yang menyimpang secara sosial.

Mereka menyimpang karena memilih jalur yang berbeda dengan jalur yang dipilih oleh kebanyakan anggota masyarakat lainnya. Ketika kebanyakan anggota masyarakat ingin menjadi pekerja, pengusaha memilih untuk berusaha sendiri dan kemudian mengembangkan usahanya dengan mempekerjakan orang lain.

Ketika kebanyakan anggota masyarakat mengikatkan dirinya dengan jam kerja tertentu, seorang pengusaha merelakan dirinya bekerja tanpa batas waktu yang jelas. Ketika kebanyakan anggota masyarakat berpikir ke arah barat, pengusaha berpikir ke arah timur, utara, dan selatan. Mereka ingin berkarya, ingin menjadi kaya dan dermawan, ingin menampilkan sisi terbaik dari dirinya. Mereka adalah orang-orang yang menyimpang dalam arti positif, a creative innovator.

M. Yusuf Sunaryo seusai memberikan kuliah kewirausahaan di kampus Universitas Pamulang (dok.pri)

Semua definisi dan pengertian yang disampaikan di atas memperlihatkan kepada kita berbagai sisi dari sosok yang sama, sosok seorang entrepeneur.

Pengusaha adalah seseorang yang inovatif dan mampu mewujudkan cita-cita kreatifnya ke dunia nyata. Pengusaha akan mampu mengubah padang ilalang menjadi kota baru, atau mengubah tempat pembuangan sampah menjadi kampus yang megah.

Entrepeneur bisa mengubah kawasan kosong, sangat kering dan tumbuh tumbuhan pun tidak mampu bertahan hidup, menjadi wilayah gedung pencakar langit tempat ribuan yang bekerja dan beraktivitas. Bahkan di tangan seorang entrepreneur, kotoran dan barang rongsokan diubah menjadi emas.

Sedikitnya ada tiga ciri utama seorang entrepreneur. Pertama, seorang pengusaha mampu melihat peluang bisnis yang tidak dilihat atau tidak diperhitungkan oleh orang lain. Ia melihat kemungkinan dan memiliki visi untuk menciptakan sesuatu yang baru yang memicu semangatnya untuk bertindak.

Kedua, seorang pengusaha adalah orang yang bertindak untuk melakukan inovasi, mengubah keadaan yang tidak/kurang menyenangkan menjadi keadaan seperti yang ia inginkan. Tindakanlah yang membuat pengusaha menjadi inovator.

Ketiga, seorang pengusaha adalah pengambil risiko, baik risiko yang berisfat finansial [baca: rugi], maupun risiko yang bersifat mental [baca: dianggap gagal].

Dengan tiga ciri pokok tersebut, seorang pengusaha sejati seperti seorang “perintis kawasan baru”, “penjelajah rimba raya”, atau juga “pendaki gunung” yang selalu mencari puncak-puncak taklukan baru. Mereka bermimpi, maju bergerak menuju tantangan, dan tidak gentar memikul risiko. Ringkasnya, pengusaha sejati berani rugi, berani malu, dan juga berani terkenal.

Orang yang memiliki atau mengelola sebuah bisnis, belum tentu seorang entrepreneur. Orang bisa memiliki suatu bisnis dengan meniru bisnis yang sudah berhasil (baca: ikut-ikutan), seperti banyak dilakukan dalam sistem waralaba atau franchise. Pebisnis model ini tidak memulai dengan visi, tidak melakukan tindakan-tindakan inovatif, dan juga tidak mengambil risiko yang besar. Mereka itu bisa disebut sebagai pebisnis sedang-sedang saja, namun bukan pengusaha/entrepreneur yang tangguh.

Pengusaha yang paling berbakat pun tetap manusia biasa. Dan Anda tidak harus menjadi orang jenius dalam semua bidang untuk menjadi pengusaha sukses. Kita hanya perlu jenius dalam bidang yang sesuai dengan bakat dan pilihan hidup kita. Dan untuk itu, kita harus terus belajar.

Untuk menjadi negara ekonomi maju, minimal dibutuhkan 2 persen pengusaha dari populasi penduduk suatu negara. Indonesia dengan jumlah penduduk 261.115.456 orang di tahun 2016 baru memiliki 1,5 persen pengusaha atau sekitar 3.916.731 pengusaha untuk memenuhi capaian 2 persen tersebut.

Terlihat bahwa kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan pengusaha baru masih sangat besar. Kita lihat jumlah pengusaha pada negara-negara ekonomi maju seperti Malaysia dan Thailand terdapat 4 persen, Singapura 7,2 persen, Amerika Serikat 14 persen. Hingga tahun 2017 jumlah pengusaha di Indonesia baru mencapai 1,6 persen dari total populasi penduduk.

Indonesia sebagai negara yang telah masuk pada kategori negara berpenghasilan menengah (middle income country) untuk menjadi negara maju perlu membangun ekonomi berbasis sumber daya manusia (SDM) dan teknologi berbasis Inovasi. Strateginya yakin dengan mengurangi kebergantungan pada eksploitasi SDA, meningkatkan kualitas SDM, dan meningkatkan jumlah entrepreneur.

Banyak entrepreneur yang berasal dari keluarga kurang mampu bahkan miskin berhasil tumbuh, berkembang, dan maju berkat kemampuan berkreasi dan berinovasi, mandiri, ulet dan tekun, rajin, disiplin, siap menghadapi risiko, piawai meraih peluang, dan cerdas dalam mengelola sumber daya berhasil untuk menghasilkan nilai tambah dan profitabilitas (keuntungan) sehingga menjadi orang kaya.

Chairul Tanjung, yang terkenal melalui bukunya sebagai “Si Anak Singkong”, adalah contoh seorang pengusaha yang tumbuh dari keluarga sederhana dan memulai usahanya dengan berjualan buku kuliah stensilan dan kaus di kampusnya, kini menjadi orang terkaya ke-6 di Indonesia di tahun 2017 versi majalah Forbes, melalui perusahaannya, CT. Corp. Trans TV, Tras-7, Trans Studio Bandung dan Makassar, Trans Hotel Bandung, Bandung Supermal, Bank Mega Tbk, dll

Darsono, Pendiri Universitas Pamulang. Pria kelahiran Bantul, Yogyakarta ini berasal dari keluarga tidak mampu. pada saat hijrah ke Jakarta. Ia menjadi buruh, berdagang elektronik, serta menjadi guru.

Unpam merupakan salah satu kampus yang megah memiliki jumlah mahasiswa terbanyak di Provinsi Banten, sekitar 83.000 mahasiswa menimba ilmu untuk menjadi sarjana di Universitas Pamulang. Dan perjalanan lika liku hidupnya diangkat ke layar Lebar 2016 yang berjudul “Simponi satu tanda”.

Menurut Louis Gerstner mereka itu adalah: Those who make things happen (seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mewujudkan sesuatu, dimana sebelumnya orang lain tidak mampu bahkan untuk memikirkannya apalagi mewujudkanya)

Sebagai manusia pembelajar, pengusaha belajar dari semua hal, bahkan dari tempat-tempat yang banyak orang mungkin tidak membayangkannya sebagai tempat belajar. Seperti belajar dari bawahannya, dari persoalan yang dihadapinya, bahkan belajar dari semua orang yang pernah berhubungan dengannya.

Sayangnya, hal ini acapkali menghadirkan penafsiran ekstrem tentang pendidikan. Karena demikian besarnya penekanan pentingnya belajar dari segala hal, muncullah anggapan bahwa ternyata belajar menjadi pengusaha tidak perlu berbekal pendidikan formal.

Sekolah formal sebagai tempat belajar yang sangat mendasar dianggap tidak penting lagi. Apalagi aneka buku yang sering mempertanyakan arti pentingnya sekolah. Seolah-olah karena secara spesifik, sekolah formal tidak mengajarkan bagaimana cara berbisnis, maka untuk menjadi pengusahapun dianggap tidak perlu dibekali dengan pendidikan.

Memang ada manusia yang menjadi sukses sebagai pengusaha tanpa bekal pendidikan formal yang memadai, barangkali karena mereka diberi bakat yang luar biasa. Pada akhirnya, mengandalkan bakat saja tidak cukup.

Bakat harus ditopang oleh ilmu dan pengetahuan. Apalagi bila seseorang ingin menjadi pengusaha yang sukses hingga mencapai prestasi puncak. Kalau hanya mengandalkan bakat, Anda juga bisa sukes, namun hanya sampai tingkat menengah (sedang-sedang) saja. Tidak akan berhasil secara optimal. Pengusaha tanpa pendidikan itu seperti Anda ingin berenang tanpa belajar ya tenggelam kelelep (jawa) Tidak akan berhasil. Belajar dan Pengalaman harus diciptakan bersama dan bisa menolong kita meraih keunggulan.

Pendidikan sangat penting untuk mengembangkan konsep, tetapi jangan terlalu angkuh dan sok pintar karena orang yang dungu/bodoh itu mereka yang merasa dirinya pintar karena tidak mau mendengarkan pendapat orang lain dan tidak mau meniru perbuatan baik yang telah dilakukan orang lain karena enggan mengakui keunggulan orang lain, selalu mencela.

Hati yang baik

Pengusaha yang berbekal pendidikan dan pengalaman juga semakin lama akan semakin pintar. Tetapi di atas kepintaran, pasti ada kebijaksanaan. Dengan kebijaksanaan, seorang pengusaha dapat menghindarkan diri dari kesalahan yang tidak perlu.

Dalam merintis dan mengelola bisnis, seorang pengusaha sering kali dihadapkan pada tantangan untuk hanya mendengarkan dirinya sendiri dan tidak mau mendengar nasihat dari lingkungannya. Orang-orang seperti ini digolongkan sebagai orang pintar tetapi kurang bijaksana.

Orang pintar yang bijaksana adalah orang yang tidak menganggap dirinya di atas orang lain meskipun kepintarannya pada kenyataannya memang demikian. Seorang pengusaha yang bijaksana adalah pemimpin yang menyadari bahwa dirinya tidak mengetahui segala hal dan selalu belajar dengan orang lain. Di atas kepintaran, kebijaksanaan tidak cukup juga harus dibarengi dengan qolbu yang baik.

Pengusaha Tangguh jangan hanya berupaya mencerdaskan intelektual dan mengabaikan kecerdasan Qolbu. Kita bisa melihat betapa orang-orang yang digiring ke KPK secara intelektual begitu hebat, permainan kata-katanya sangat lihai, adu dalil menguasai, tetapi boleh jadi kecerdasan qolbunya tidak bagus. Prioritaskan Kecerdasan Qolbu dalam membuat keputusan dan melakukan tindakan apapun.

Lalu, apa sebenarnya yang membedakan seorang pengusaha sejati dan entrepreneur biasa-biasa saja? Apa yang dapat jadi pelajaran bagi para calon entrepreneuer dalam hal ini? Barangkali di sinilah kembali visi besar itu berbicara. Seorang pengusaha sejati mengambil langkah-langkah kecil di awal perjalanannya, tapi dengan selalu dalam kerangka mewujudkan mimpi yang menjelma menjadi visi. Seorang pengusaha sejati, segera bangkit dari mimpi-mimpi dan bertindak tanpa berharap akan datangnya mukjizat begitu saja.

Mulailah dari apa yang ada pada diri kita; mulailah dari apa yang bisa kita lakukan. Coba sadari pengetahuan apa yang kita miliki, atau keahlian apa yang sesungguhnya bisa dijadikan pijakan awal, dan adakah kawan-kawan yang bisa diajak ikut berbisnis? Mulailah dari langkah-langkah kecil, sambil merajut visi dan mimpi besar berikutnya.

 

M. Yusuf Sunaryo adalah Pengusaha Bakery www.langgengsaribakery.com dan dosen Kewirausahaan Universitas Pamulang

 

 

 

 

Related posts