Jabartoday.com-Jakarta. Data terbaru yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren yang mengkhawatirkan bagi petani Indonesia, di mana Nilai Tukar Petani (NTP) tetap berada pada level yang memprihatinkan. Meskipun ada kenaikan di beberapa daerah, rendahnya NTP secara keseluruhan menyoroti perjuangan terus-menerus para petani untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan menunjukkan adanya masalah sistemik di sektor pertanian. Demikian diungkapkan Dr. Fahrus Zaman Fadhly, M.Pd., Ketua Bidang Bimbingan dan Penyuluhan Agroforestry Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI) kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/5).
“NTP, yang mencerminkan perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib), adalah indikator penting daya beli petani di perdesaan. Sayangnya, banyak petani masih belum mampu memperbaiki kondisi ekonomi mereka secara signifikan, meskipun ada sedikit peningkatan secara nasional pada Januari 2024.” ungkap Fahrus Zaman Fadhly.
Fahrus Zaman Fadhly menjelaskan NTP Januari 2024 tercatat sebesar 118,27, naik tipis 0,43 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan It sebesar 0,69 persen yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan Ib sebesar 0,26 persen. Namun, angka-angka ini menyembunyikan realitas yang lebih luas dan mengkhawatirkan yang dihadapi petani di berbagai daerah.
Ketimpangan Regional
Sementara beberapa provinsi, seperti Sulawesi Utara, mengalami kenaikan NTP yang signifikan sebesar 2,69 persen, provinsi lain seperti Kalimantan Utara mengalami penurunan besar sebesar 1,05 persen. Ketimpangan ini menunjukkan dampak yang tidak merata dari kebijakan pertanian dan kondisi pasar terhadap petani di berbagai wilayah.
“Menambah kompleksitas, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Indonesia naik sebesar 0,20 persen pada Januari 2024, didorong oleh kenaikan pada semua kelompok pengeluaran. Kenaikan ini menunjukkan bahwa meskipun petani menerima sedikit lebih banyak untuk produk mereka, biaya mereka juga meningkat, sehingga membatasi perbaikan nyata dalam situasi keuangan mereka,” ungkapnya.
Fahrus Zaman Fadhly yang juga mantan Aktifis Mahasiswa 98 ini mengkritik upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani. “Komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani masih dipertanyakan. Tata niaga pertanian terus terabaikan, dengan sedikit atau tidak ada intervensi serius untuk memastikan harga yang adil dan akses pasar yang lebih baik bagi petani,” tuturnya.
Seruan untuk Reformasi Komprehensif
Untuk meningkatkan NTP dan kesejahteraan petani, Fahrus Zaman Fadhly mengusulkan beberapa langkah yang dapat diambil. Pertama, meningkatkan akses pasar dengan menciptakan akses pasar langsung bagi petani untuk menjual produk mereka tanpa bergantung pada tengkulak, sehingga mereka menerima harga yang adil. Kedua, memberikan subsidi dan dukungan yang memadai untuk input pertanian penting seperti benih, pupuk, dan teknologi. Ketiga, meningkatkan layanan penyuluhan pertanian untuk mendidik petani tentang praktik berkelanjutan dan teknik bertani yang efisien. Keempat, berinvestasi dalam infrastruktur pedesaan, seperti jalan dan fasilitas penyimpanan, untuk mengurangi kerugian pasca-panen dan meningkatkan konektivitas pasar. Terakhir, menerapkan reformasi kebijakan yang melindungi petani dari volatilitas pasar dan memastikan mekanisme harga yang stabil.
Fahrus Zaman Fadhly mengingatkan, NTP yang rendah adalah pengingat nyata akan tantangan yang terus dihadapi oleh petani Indonesia. Tanpa intervensi serius dan terarah dari pemerintah, impian untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan memastikan kemakmuran ekonomi mereka akan tetap sulit dicapai. Seperti yang ditekankan oleh Dr. Fadhly, “Petani adalah tulang punggung ketahanan pangan negara kita. Sangat penting bagi kita untuk mengambil langkah-langkah mendesak dan bermakna untuk mendukung mereka dan meningkatkan kesejahteraan mereka.” (Fathiyya)