JABARTODAY.COM – BANDUNG Puluhan pekerja hiburan malam yang tergabung dalam Perkumpulan Penggiat Parawisata Bandung (P3B) mendatangi Gedung DPRD Kota Bandung. Mereka mendesak tempat mencari nafkahnya dibuka lagi setelah hampir lima bulan tidak beroperasi karena pandemi Covid-19.
Sejauh ini, pihak Pemerintah Kota Bandung belum memberikan sinyal sektor hiburan seperti karaoke, pub, diskotek dan hiburan malam lainnya untuk kembali dibuka.
Ketua Perkumpulan Penggiat Parawisata Bandung Roely Panggabean mengungkapkan, bilamana akhir bulan Juli ini, tempat hiburan belum dibuka, tidak menutup kemungkinan langkah pemutusan hubungan kerja akan diambil pihak perusahaan.
Menurut Roely, belakangan nasib ribuan pekerja hiburan malam tidak menentu. Sebab, semenjak dilarang beroperasi beberapa bulan silam, industri ini merumahkan karyawannya. Sehingga penting bagi dunia usaha ini diberikan kesempatan untuk kembali operasi.
“Beberapa perusahaan akan mem-PHK karyawan akhir bulan ini, pemerintah belum mengijinkan hiburan malam kembali beropesi,” kata Roely, usai RDP dengan DPRD Kota Bandung, Senin (20/7/2020).
Dia memperkirakan jumlah pekerja yang mencapai sepuluh ribu orang ini. Sebagian besar merupakan karyawan tetap, sementara lainnya berstatus freelancer. Konon, tempat hiburan di Bandung, bisa dibilang menyumbang pendafatan asli daerah yang cukup besar. Roely menyebut, jumlahnya mencapai 100 hingga 200 tempat hiburan. Baik anggota P3B maupun bukan.
“Perusahaan besar karyawannya bisa mencapai hingga 100 orang,” sebutnya.
Titik terang mulai kentara takkala rapat dengar pendapat antara P3B dan DPRD Kota Bandung. Melalui Wakil Ketua DPRD Edwin Senjaya pembukaan tempat hiburan di Bandung, bisa dilakukan jika para pengusaha mampu meyakinkan pemerintah kota Bandung.
Edwin memandang belum turunnya restu pengoprasian tempat hiburan melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung, karena Pemkot Bandung khawatir adanya penularan secara masif.
“Kita mendukung upaya mengatasi pandemi, disamping kita juga menghargai realita sebaran Covid-19 dilapangan yang terus mengancam. Keputusannya bukan cuma keputusan Pemkot Bandung saja, tapi ini melibatkan banyak pihak,” cetus Edwin.
Mengenai stigma tidak baik tempat hiburan malam, politisi partai Golkar ini mengaku, pihaknya tidak melihat kearah itu. Poin pentingnya, banyak orang mencari nafkah dari keberadaan tempat hiburan tersebut.
“Selama tempat itu memiliki ijin, membayar pajak, dan legal berarti mereka telah memenuhi kewajibannya. Setiap warga negara memiliki hak yang sama,” ucapnya.
Edwin mengakui, hiburan malam hingga kini masih belum boleh beroperasi. Lantaran masa transisi pandemi virus corona baru belum berlalu. Namun dirinya menganjurkan guna memutus rantai penderitaan para pekerja hiburan malam Pemkot Bandung tidak perlu berlama-lama menggantung sebuah kebijakan publik.
“Pengusaha hiburan malam juga menyediakan protokol kesehatan yang diimbau pemerintah,” ucapnya.
Edwin mempersilakan Pemkot Bandung menindak tegas para pengusaha hiburan malam jika diketahui melanggar protokol kesehatan Covid-19. Namun, hal itu jika benar-benar terungkap pelanggarannya seperti tidak membatasi maksimal pengunjung, atau tidak menyediakan masker bagi karyawan dan juga pengunjung.
“Silahkan tindak tegas apabila terjadi pelanggran. Jangan disudutkan dengan prasangka negatif yang tidak ada bukti dan faktanya,” ujar Edwin.
Mengenai tempat hiburan malam telah ditutup cukup lama akibat pandemi Covid-19 atau sudah hampir empat bulan sejak 21 Maret 2020.
Akibatnya, Edwin menyebut, sudah banyak pengusaha hiburan malam yang terdampak. Hal itu pun membuat ribuan karyawan harus dirumahkan.
“Suara jeritan karyawan ini harus didengar oleh pemerintah dan tim Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung. Jangankan puluhan ribu, satu orang kelaparan, kami tidak mau,” pungkasnya. (*)