Jangan Eksploitasi Sumber Alam secara Membabi Buta

Bupati Purwakarta, dedi Mulyadi di hadapan ribuan mahasiswa baru UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Kamis (28/8/2014)
Bupati Purwakarta, dedi Mulyadi di hadapan ribuan mahasiswa baru UIN Sunan Gunung Jati Bandung, Kamis (28/8/2014)

JABARTODAY.COM- BANDUNG

Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi mengingatkan bangsa Indonesia harus berhenti mengekploitasi kekayaan alam secara membabit-buta. Karena sumber daya alam seperti batu bara, emas, migas, kekayaan laut, pada saatnya akan habis dan ada batasnya. Pernyataan Dedi itu disampaikan dalam orasi dihadapan 6000 mahasiswa baru UIN Sunan Gunung Jati Bandung Kamis (28/8) siang.

“Bangsa Indonenesia seharusnya tidak perlu tegantung pada bangsa lain. Mengingat semua cabang-cabang produksi ada disini. Beras, gula, minyak, daging semua kebutuhan pokok rakyat bisa di produksi di Indonesia. Mengapa kita harus impor? Kalau yang mampu kita produksi, kita produksi. Jangan mengimpor terus yang justru memboroskan devisa,” tegas Dedi.

Dalam jangka panjang, jelas Dedi,  bila kondisi ini terus berlanjut akan membuat bangsa ini selalu bergantung pada bangsa asing. Dampaknya seperti yang sekarang kita rasakan, sebagai Negara produsen dan pengekspor minyak justru kita mengalami krisis BBM, orang ribut kelangkaan premium. Dari pejabat, anggota DPR, hingga tukang ojek semua ribut gara-gara suplai BBM mengalami kelangkaan. Sudah saatnya pemerintahan yang baru segera membuat alternatif program jangka panjang sehingga tidak hanya reaktif jika terjadi masalah.

Dengan gayanya yang khas dan berapi-api Dedi kembali mengingatkan kepada semua pihak khususnya pada para mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa untuk tetap menjaga semangat dan menanamkan rasa kebanggaan kepada budaya bangsa Indonesia.

“Sistem nilai yang ada dalam budaya Sunda adalah nilai-nilai Islam. Kultur sunda yang egaliter dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman sesungguhnya sangatlah Islami. Spirit yang dilahirkan memberikan motivasi untuk terus berkembang sesuai jamannya. Berkembang bukan berarti meninggalkan nilai yang sudah ada, melainkan berakar dan bertumpu pada kekuatan yang dimiliki pada budaya kita,” tuturnya.

Menurut Dedi, asumsi yang mengatakan budaya kita sudah tidak relevan dan ketinggalan dengan Barat adalah salah.

“Justru ketika kita berkiblat ke budaya Barat dan meninggalkan budaya sendiri akibatnya kita menjadi bangsa yang tidak percaya diri. Kita punya produk kultural yang secara ekonomi bernilai tinggi. Ada produk seni yang bernilai tinggi seperti batik, keramik, gerabah, pertunjukan, kuliner, mainan, pantun dan berbagai karya sastra lainnya adalah produk budaya yang tak ternilai harganya. Justru semua itu kurang kita kembangkan, padahal merupakan salah satu kekuatan bangsa Indonesia,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama Dedi Mulyadi menyempatkan berdialog langsung dengan mahasiswa. Fitri (18) seorang mahasiswa dari Fakultas Ilmu komunikasi mengungkapkan harapannya agar kelak pendidikan bisa lebih murah dan tidak menghasilkan pengangguran intelektual. Selain itu menurut Fitri kenapa produk-produk Indonesia selalu kalah bersaing dengan produk luar dan harganya justru lebih mahal.

Menanggapi pernyataan Fitri, Dedi mengungkapkan bahwa tidak semua produk kita kalah bersaing. Bahkan produk kreatif warisan budaya kita lebih unggul.

“Tidak heran kalau negara lain banyak membajak produk kita dan dipatenkan. Kuncinya adalah kemauan kita untuk menghargai produk sendiri dan terus melakukan inovasi,” ujar Dedi.

Pada kesempatan yang sama Dedi memberikan tanda kenang-kenangan kepada 5 orang mahasiswa yang mengajaknya dialog berupa doorprize untuk membeli buku senilai satu juta tiga ratus ribu rupiah. Dedi juga berharap kepada para mahasiswa untuk terus berkarya menciptakan produk-produk kreatif. Mahasiswa diharapkan dapat berinovasi untuk menciptakan produk yang baru.

“Dulu orang-orang tua kita yang tidak bersekolah mampu membuat produk makanan yang bercitarasa tinggi. Contohnya sambal saja ada bermacam-macam jenis, ada sambal cibiuk, sambal hejo, sambel bledug, sambel oncom, sambel dadak, dan sejenisnya,” ujar Dedi mengisahkan. (KUS/FZF)

Related posts