Ini Kondisi Kesenjangan Ekonomi Jabar Sejak 2015

JABARTODAY.COM – BANDUNG — Idealnya, tingkat kesenjangan ekonomi, antara kalangan tidak mampu dan mampu, bahkan sangat mampu, tidaklah lebar.  Faktanya, di Tatar Pasundan, gap antara si miskin dan si kaya, pada periode Maret 2018, justru melebar.

Memang, pemerintah melakukan dan menggulirkan berbagai program untuk menekan kemiskinan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, pembangunan yang gencar dan upaya peningkatan kue ekonomi lebih banyak dinikmati kalangan kaya.

Gini ratio (skala tingkat kesenjangan ekonomi) Jabar periode Maret tahun ini lebih besar daripada September. Pada Maret 2018, kami mencatat Gini Ratio sebesar 0,407 persen. Sedangkan September 2017, sebesar 0,393 persen,” tandas Kepala Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, Gandari Adianti, di BPS Jabar, Jalan PHH Mustopha Bandung.

Sebenarnya, ungkap Gandari, data dan skala World Bank menunjukkan bahwa Gini Ratio Jabar termasuk katagori menengah. Akan tetapi, lanjut Gandari kondisinya fluktuatif sejak 2015.

Gandari mengatakan, kondisi Gini Ratio Jabar periode 2015 bukan tanpa sebab. Menurutnya, kondisi itu terjadi karena kesenjangan kawasan perkotaan yang meningkat. Besarnya, ucap dia, menjadi 0,418 persen. “Kontradiktif dengan perdesaan. Gini Ratio perdesaan turun 0,322,” ujarnya.

Dijelaskan, program pembangunan nasional juga bergulir di Jabar. Kendati begitu, lanjutnya, mayoritas penikmat aktivitas pembangunan itu adalah pemodal dan kalangan kaya. Indikatornya, sahur Gandari, terlihat pada tingkat konsumsi. Secara rata-rata, konsumsinya meningkat 11 persen, yang semula  Rp 2,6 juta menjadi Rp 2,9 juta.

Lain halnya dengan kalangan menengah-bawah. Dia mengimbuhkan, berkenaan dengan program pembangunan itu, kalangan nenengah-bawah lebih mengandalkan kenaikan upah. “Kenaikannya jauh lebih kecil daripada kalangan kaya. Secara rata-rata, persentase konsumsi kalangan menengah-bawah sebesar 4,2 persen,” tutupnya.  (win)

Related posts