Beban masyarakat sepertinya semakin berat. Pasalnya, harga jual salah satu kebutuhan pokok, elpiji 12 kilogram, resmi mengalami kenaikan. Hal itu berlaku mulai Rabu (10/9/2014) pukul 00.00. Kenaikan itu berdasarkan putusan PT Pertamina (Persero) setelah mendapat restu pemerintah.
Asisten Manajer Eksternal Relation Marketing Operation Regional III Jawa Barat-Banten PT Pertamina Milla Suciani, dalam rilisnya, mengemukakan, harga jual elpiji 12 kilogram mengalami penyesuaian senilai Rp 1.500 per kilogram (nett PT Pertamina).
Putusan penyesuaian itu, terangnya, berdasarkan adanya usul pemerintah yang tertuang dalam Rapat Koordinasi di Kementerian Perekonomian yang bergulir, Senin (8/9/2014). “Penyesuaian itu secara berkala sesuai hasil Rapat Konsultasi Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan pada 6 Januari 2014. Penyesuaian itu pun sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 26/2009 tentang Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas,” ujar Milla.
Seiring dengan terbitnya putusan tersebut, kini, harga jual rata-rata elpiji 12 kilogram nett PT Pertamina (Persero) adalah Rp 7.569 per kilogram. Sebelumnya, jelas dia, harga jual komoditi tersebut (nett PT Pertamina) yaitu senilai Rp 6.069 per kilogram.
Jika termasuk komponen biaya lain, sambung wanita berhijab tersebut, semisal transportasi, filling fee, margin agen, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), harga jualnya pada level agen menjadi Rp 9.519 per kilogram atau Rp 114.300 per tabung. Sebelumnya, harga jual elpiji 12 kilogram senilai Rp 7.731 per kilogram atau Rp 92.800 per tabung.
Dikatakan, kenaikan tersebut merupakan salah satu langkah untuk menutupi kerugian PT Pertamina dalam hal bisnis elpiji. Kenaikan itu, jelas dia, menekan kerugian Rp 452 miliar atau menjadi Rp 5,7 triliun. Prognosa awalnya, lanjut Milla, yaitu senilai Rp 6,1 triliun yang asumsi proyeksi konsumsi mencapai 907.000 matrik ton (MT).
Meski begitu, kata Milla, angka kerugian senilai Rp 5,7 triliun itu masih lebih tinggi daripada RKAP 2014, senilai Rp 5,4 triliun. Angka Rp 5,4 triliun itu berpatokan pada asumsi CP Aramco Senilai 833 Dollar Amerika Serikat (AS) per MT dalam kurs Rp 10.500 per Dollar AS.
Untuk itu, sahut Milla, pihaknya kembali mengajukan road map Penyesuaian Harga Elpiji 12 kilogram secara berkala dalam rapat koordinasi dengan pemerintah. Penyesuaian tersebut dapat bergulir otomotis setiap enam bulan hingga mencapai harga keekonomian pada 2016.
Milla meneruskan, sebenarnya, berlakunya harga jual elpiji 12 kilogram menjadi Rp 9.519 per kilogram atau Rp 114.300 per tabung itu masih jauh lebih rendah daripada harga keekonomian elpiji. Pasalnya, kilah dia, berdasarkan rata-rata CP Aramco (y-o-y) Juni 2014 angkanya 891,78 Dollar AS per MT dan kurs Rp 11.453 per Dollar AS. Angka itu belum termasuk komponen biaya seperti transportasi, filling fee, margin agen, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika termasuk komponen-komponen biaya itu, sahutnya, harga keekonomian elpiji 12 kg seharusnya Rp 15.110 per kilogram atau Rp 181.400 per tabung.
Milla menegaskan, perusahaan BUMN itu siap menjaga dan kelancaran stok dan pasokan stok elpiji 12 kilogram dan 3 kilogram bagi masyarakat. Caranya, meningkatkan stok elpiji. “Posisi hari ini aman hingga 16 hari lebih. Kami pun mengoptimalisasikan jalur distribusi elpiji melalui SPBU dan juga modern outlet.
Selain itu, ungkapnya, pihaknya pun memonitor distribusi elpiji 3 kg sampai pangkalan melalui skema aplikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3kg). Dalam menyonsong penyesuaian harga ini, Pertamina juga telah melakukan sosialisasi kepada stakeholder dan pengguna elpiji secara kontinyu.
Berbicara tentang total proyeksi konsumsi elpiji tahun ini, Milla menyebutkan, prediksinya sebesar 6,11 juta MT. Namun, aku Milla, kapasitas produksi domestik sekitar 2,5 juta MT. Untuk itu, agar kebutuhan terpenuhi, 59 persen merupakan impor. (ADR)