Beberapa waktu lalu, PT Pertamina mengajukan usul kepada pemerintah yang isinya rencana kenaikan harga jual elpiji 12 kilogram. Tentu saja, wacana tersebut menimbulkan reaksi publik, satu diantaranya para pelaku usaha Jabar yang tergabung dalam DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat.
Ketua DPD APINDO Jabar Dedy Widjaja berpendapat, jika pemerintah menyetujui rencana tersebut, hal itu dapat berimbas pada berbagai hal, termasuk dunia usaha. Menurutnya, efek rencana tersebut langsung dirasakan para pelaku usaha dan industri mikro dan kecil, utamanya, yang bergerak dalam bidang makanan.
Dedy berpendapat, rencana tersebut terkesan dipaksakan PT Pertamina. “Saya kira, jika rencana kenaikan harga jual elpiji 12 kilogram benar-benar terjadi, beban pelaku industri mikro dan kecil bidang makanan kian berat. Soalnya, penggunaan elpiji 12 kilogram, mengambil porsi 60 persen biaya operasional,” papar Dedy, Jumat (15/8/2014).
Dedy menyatakan, seandainya harga jual elpiji 12 kilogram itu naik, tentunya, biaya operasional pelaku usaha dan industri makanan pun meningkat. Perkiraannya, kata Dedy, biaya operasional naik sebesar 10-15 persen. Imbas berikutnya, sambung Dedy, karena biaya operasional naik, para pelaku usaha dan industri makanan pun menaikkan harga jualnya. “Ini dapat melemahkan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat lemah, tentunya, produk makanan para pelaku makanan tidak terjual. Yang terjadi berikutnya, ancaman kebangkrutan,” urai Dedy.
Karenanya, Dedy menyatakan, semestinya, pemerintah menolak usul kenaikan elpiji 12 kilogram itu. Menurutnya, langkah itu menjadi sebuah bentuk bahwa pemerintah memang memberi perhatian pada usaha dan industri mikro serta kecil. Terlebih, ujar Dedy, para pelaku usaha dan industri mikro-kecil, saat ini, harus berjuang keras. Pasalnya, terang dia, mereka harus terlibat persaingan lebih ketat seiring dengan segera bergulirnya ASEAN Economic Community pada akhir 2015.
“Jika harga elpiji naik, itu dapat membuat daya saing pelaku usaha dan industri mikro-kecil nasional makin lemah. Padahal, usaha dan industri mikro-kecil menjadi unsur penting dalam roda ekonomi,” tutup Dedy. (ADR)