Tingkat kebutuhan perumahan terus mengalami peningkatan. Kondisi itu berpengaruh positif pada kinerja lembaga perbankan dalam hal penyaluran program kredit pemilikan rumah (KPR). Buktinya, di Jawa Barat, penyaluran KPR mengalami pertumbuhan.
Nita Yosita, Deputi Kepala BI Kantor Perwakilan VI Jabar-Banten, pada Musyawarah Daerah DPD Real Estate Indonesia Jabar di Hotel Harris Bandung, belum lama ini, mengungkapkan, sebenarnya, secara umum, kredit properti mengalami perlambatan. Perlambatan itu, jelasnya, baik terjadi untuk kepemilikan maupun pembangunan.
Secara nilai, kata Nita, kredit properti, yang masih mayoritas peruntukannya bagi kepemilikan, angkanya Rp 52 triliun. Sedangkan untuk kepentingan pembangunan, lanjutnya, nilai kredit properti yang dikucurkan perbankan sejumlah Rp 4 triliun.
Meski demikian, ucapnya, khusus KPR, di Jabar, bertumbuh. “Hingga Juni tahun ini, penyaluran KPR di Jabar naik. Angkanya mencapai Rp 49 triliun,” ungkap Nita.
Menurutnya, bisnis properti masih berprospek. Dasarnya, jelas Nita, inflasi yang membaik. Tingginya kebutuhan perumahan kalangan menengah dan bawah, tukasnya, juga menjadi sebuah peluang. “Makin tingginya mobilitas masyarakat antardaerah adalah sebuah peluang. Peluang lainnya, bergulirnya AEC (ASEAN Economic Community) 2015 dan terpilihnya Jabar menjadi tuan rumah PON 2016,” paparnya.
Akan tetapi, sambungnya, ada sejumlah hal yang dapat menjadi kendala. Di antaranya, sebut dia, daya beli masyarakat yang terancam oleh adanya sejumlah kebijakan kenaikan harga, kenaikan harga properti residensial. Prediksinya, ucap Nita, kenaikan tersebut masih berlanjut hingga akhir tahun ini.
Selain itu, lanjutnya, ada faktor-faktor lain yang dapat menghambat bisnis properti, khususnya, di Jabar. Yaitu, ungkapnya, berkenaan dengan perizinan. Lalu, tambahnya, nilai uang muka KPR. “Selanjutnya, harga bahan bangunan dan tingkat suku bunga, yang saat ini, rata-rata sebesar 11-12 persen,” tutup dia. (ADR)