Demi Single Digit, BNP Pangkas Cost of Fund

BNPJABARTODAY.COM – BANDUNG — Ajang ASEAN Economic Community (AEC) sektor perbankan masih cukup lama, sekitar 4 tahun, yaitu berlaku pada 2020. Kendati demikian, perbankan di tanah air tentunya, harus melakukan persiapan agar tidak kalah bersaing.

Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa agar lebih berdaya saing, tingkat suku bunga harus kompetitif. Sejauh ini, suku bunga perbankan di tanah air masih double digit. Sedangkan negara-negara ASEAN menerapkan single digit. Karenanya, pemerintah menginginkan perbankan nasional untuk menerapkan suku bunga single digit.

Menanggapi hal itu, Direktur Bisnis PT Bank Nusantara Parahyangan (BNP) Tbk, Kevin Cahyadi Tatang, menyatakan, demi merealisasikan suku bunga single digit, lembaga perbankan yang berdiri pada 1972 ini melakukan berbagai upaya. “Di antaranya terus menekan cost of fund,” tandas Kevin, pada Public Expose Kinerja PT BNP di Hotel Hilton, Jalan HOS Cokroaminoto Bandung, Senin (27/6) malam.

Akan tetapi, kata Kevin, untuk beberapa waktu mendatang, pihaknya, yang memiliki aset bernilai total Rp 8,76 triliun ini masih menerapkan double digit. Itu karena, jelasnya, pihaknya, yang mengoperasikan 66 jaringan kantor, masih terus berkonsolidasi. “Yang jelas, kami terus berupaya mencapai single digit,” tegasnya.

Berbicara soal kinerja, Kevin menuturkan, hingga Maret 2016, pihaknya menyalurkan dana kredit senilai Rp 6,2 triliun. “Penyaluran tertinggi yaitu pada sektor perdagangan besar dan ritel, sebesar 37 persen. Lalu, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) 17 persen, industri pengolahan 12 persen, properti 5 persen, pariwisata 4 persen, KPR (kredit pemilikan rumah) 3 persen, perusahaan pembiayaan dan kendaraan 1 persen, dan lainnya 20 persen,” paparnya.

Berdasarkan jenis penggunaan, lanjutnya, kredit modal kerja masih dominan, yaitu 70 persen. Berikutnya, kata Kevin, kredit Investasi 22 persen, dan kredit konsumsi 8 persen.

Soal dana pihak ketiga (DPK), Kevin mengutarakan, hingga Maret 2016, nilai totalnya Rp 7,31 triliun. Dana mahal, ujar Kevin, yaitu deposito, masih mayoritas. Nilainya, beber dia, mencapai Rp 5,76 triliun. Sedangkan dana murah, tambahnya, yaitu tabungan dan giro, masing-masing bernilai Rp 935 miliar serta Rp 618 miiar. (ADR)

Related posts