APSPBI-UMJ Gelar International Workshop tentang “World Englishes”

Pengurus Wilayah APSPBI DKI Jakarta, Aswir, M.Pd bersama Gabriel Fang dari English Language Centre, Shantou University Guangdong, Cina, Rabu, 19 Juli 2017 (istimewa)
JABARTODAY.COM-JAKARTA. Asosiasi Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (APSPBI) Regional DKI Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menggelar Internasional Workshop tentang “World Englishes”, yang berlangsung di Business Center UMJ, Rabu, 19 Juli 2017. Lima pembicara dari berbagai negara dihadirkan. Di antaranya Gabriel Fang dari English Language Centre, Shantou University Guangdong, Cina berbicara tentang World Englishes as Lingua Franca. Shizheng Zhang yang juga dari Shantou University berbicara tentang “Using Weebly to Make an E-Portfolio”. Sementara Ravi Dutt Sharma menyoal tentang Pronunciation, Brandon Castrejon mengangkat tentang IELTS dan Ricardo Ribeiro tentang Multicutural Classrooms.

Pengurus Wilayah APSPBI DKI Jakarta, Aswir, M.Pd mengungkapkan, kegiatan International Workshop ini merupakan rangkaian International Workshop Series dari 7 Universitas di Indonesia yakni Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Universitas Pakuan Bogor (Unpak), Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika), Universitas Islam Nusantara (Uninus), Universitas Siliwangi (Unsil), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta dan berakhir di Universitas Jember (Unej).

“Setelah di UMJ, kegiatan ini berlanjut di ke Universitas Pakuan Bogor, Unsika Karawang, Uninus Bandung, Unsil Tasikmalaya, IAIN Surakarta dan berakhir di Unej Jember. Semua kegiatan melibatkan pula pengurus Asosiasi di tingkat wilayah masing-masing,” ujar Aswir, yang juga Kandidat Doktor Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Gabriel Fang mengelaborasi tentang pentingnya menempatkan Bahasa Inggris sebagai “Lingua Franca” atau ELF dan bukan sebagai sebagai bahasa asing (English as a Foreign Language/EFL). Perspektif sebagai Lingua Franca ini akan berimplikasi luas tidak saja pada bagaimana pembelajar menguasai bahasa Inggris tetapi juga pada penilaian (assesment).

“EFL tidak lebih dari sarana pengajaran dan penilaian tradisional yang menempatkan norma-norma asli bahasa Inggris sebagai acuan penilaian. Pembelajar harus mengikuti standar bagaimana penutur asli menggunakannya,” jelas Fang.

Shizeng Zhang mengupas seputar pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi (ICT) dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Salah satunya melalui pengembangan e-platform portofolio.

Secara interaktif dengan peserta Worshop, Ravi Dutt Sharma memberikan model pembelajaran Pronunciation dengan pola ritma, rima, dan berirama sehingga menghasilkan pelafalan yang tepat dan benar serta cepat.

Sementara Brandon Castrejon mendadarkan dengan tuntas soal IELTS dengan format ujian dan penilaiannya. Rentang pencapaian nilai score 6.5 ke 7.5 menjadi pertanyaan peserta bagaimana cara mendapatkannya.

Ricardo Ribeiro membahas seputar pembelajaran bahasa dan budaya (language & culture) serta pemahaman budaya (cultural understanding). Ia membandingkan pengaruh dua budaya besar (Inggris dan Amerika Serikat) dalam pembelajaran bahasa Inggris di Dunia.

“Bahasa Inggris membawa budaya baru. Budaya British yang lebih santun, sedangkan budaya Amerika yang liberal. Keduanya membawa perubahan besar di Dunia melalui ekspansi bahasa Inggris dengan istilah westernisasi dan Amerikanisasi,” ujar Ribeiro.

Dalam pembelajaran di kelas, Ribeiro mencontohkan pertanyaan,”What do you know about US culture?” Jawaban peserta umumnya menjawab budaya Amerika dengan merujuk kata-kata: AS sebagai negara superpower, McD, dan lain-lain. [Fahrus Zaman Fadhly]

Related posts