JABARTODAY.COM – BANDUNG
Belum lama ini, Pemerintah Kota Bandung menerbitkan imbauan bagi para pelaku bisnis hiburan. Salah satu isi imbauannya, yaitu membatasi jam operasional tempat hiburan hingga pukul 00.00.
Ternyata, imbauan tersebut mendapat reaksi. Pada Rabu (5/2/2014) siang, ratusan pekerja dan pengelola sejumlah tempat hiburan di Kota Bandung mengadukan permasalahan tersebut kepada DPD Partai Golkar Kota Bandung. Para pekerja dan pengelola itu mengeluhkan imbauan tersebut karena berpotensi mengancam masa depan mereka.
“Selama ini, potensi terbesar Kota Bandung terdapat pada sektor jasa, satu diantaranya, pariwisata. Tempat hiburan menjadi bagian pariwisata. Selain itu, pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bandung pun, sekitar 35-40 persennya bersumber pada pariwisata. Artinya, tempat-tempat hiburan di Kota Bandung berkontribusi sebagai pemberi PAD,” ujar Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung, Deden Y Hidayat, usai menerima ratusan pekerja dan pengelola tempat hiburan di DPD Partai Golkar Bandung, Jalan Pelajar Pejuang 45.
Berdasarkan pengaduan dan informasi para pekerja dan pengelola tempat hiburan, adanya imbauan tersebut membuat tidak sedikit tempat hiburan di Kota Bandung yang terancam gulung tikar. Pasalnya, jelas Deden, imbauan pembatasan jam operasional tersebut berpotensi membuat turunnya omzet tempat-tempat hiburan yang cukup signifikan.
Memang, sambung Deden, masih berdasarkan informasi, ada beberapa tempat hiburan yang menerapkan sistem shift sebagai upaya efisiensi. Namun, ia bertanya hingga kapan kondisi itu dapat bertahan. “Saya kira, tidak tertutup kemungkinan, tidak sedikit tempat hiburan di Kota Bandung yang akhirnya stop beroperasi. Jika itu terjadi, efeknya, dapat terjadi PHK. Sedangkan jumlah pekerja tempat hiburan di Kota Bandung, dapat mencapai ribuan orang,” papar Deden.
Deden menerangkan, sebenarnya, Kota Bandung memiliki Peraturan Daerah mengenai jam operasional tempat hiburan, yaitu maksimal hingga pukul 03.00. Melihat kondisi itu, dirinya menyarankan agar Pemkot Bandung menjadikan Perda acuan karena belum ada peraturan yang menggantikannya. (VIL)