American First Ancam Industri Nasional

jabartoday.com/net

JABARTODAY.COM – BANDUNG — Penerintah anyar Amerika Serikat (AS) yang kini dinahkodai Donald Trump menerbitkan American First, sebuah kebijakan bersifat proteksi bagi produk-produk Negeri Paman Sam. Artinya, pemerintahan Trump membatasi produk-produk non-AS beredar di Paman Sam.

Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Dedy Widjaja, mengemukakan, efek terbitnya American First membuat negara-negara yang selama ini mengekspor produknya ke AS, mengalihkan target pasarnya ke negara-negara lain, tidak terkecuali Indonesia. “Kondisi itu berpotensi membuat Indonesia, khususnya, Jabar, berpotensi dibanjiri produk-produk impor, termasuk asal Tiongkok,” tandas Dedy, saat Seminar Ekonomi dan Politik di Balai Pelatihan Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, Jalan Gatotsubroto Bandung, Sabtu (3/2).

Menurutnya, masuknya beragam komoditi asing itu dapat menjadi sebuah persoalan baru. Situasi itu, lanjutnya, membuat pelaku usaha menetapkan harga jual yang bersaing, meski tidak sebanding dengan biaya produksi. Akibatnya, ujarnya, pemasukan industri tidak lebih besar daripada biaya produksi.  “Ini supaya produk lokal terserap publik,” kata Dedy.

Dedy berpandangan, idealnya, pemerintah melakukan upaya-upaya kongkret menyikapi kondisi ini. Jika situasi ini tidak berubah, ucap Dedy, tentunya, hal ini dapat menjadi ancaman industri nasional. “Kalau biaya produksi melebihi pendapatan, ini berefek negatif pada industri. Dampak terburuknya, industru Jabar dibayangi kebangkrutan,” paparnya.

Jika kondisi terburuk itu terjadi, seru Dedy, dampaknya meluas. Itu karena, jelasnya, perusahaan atau industri tidak lagi punya kemampuan untuk membayar upah para karyawan dan pekerjanya. Apabila demikian, imbuh Dedy, tidak tertutup terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Angka pengangguran, sahut Dedy, pun bertambah. “Ini menjadi persoalan. Terlebih, masalah ketersediaan lapangan kerja masih belum terselesaikan. Soalnya, ketersediaan lapangan kerja belum sebanding dengan jumlah angkatan kerja,” ujarnya.  (win)

Related posts