Agung: Devisa Tidak Cukup Sikapi Moneter

jabartoday.com/net
jabartoday.com/net

JABARTODAY.COM – BANDUNG — Dalam beberapa waktu terakhir, kondisi ekonomi global mengalami berbagai perkembangan yang begitu dinamis. Efeknya, ekonomi dunia pun, termasuk Indonesia, terpengaruh. Satu di antaranya, menjerembabnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Situasi ini menyebabkan terjadinya inflasi.

Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Soetisno, mengemukakan, bagi industri dalam negeri, efek perkembangan global itu pun terasa. Dia mencontohkan, beberapa industri raksasa, sebut saja, Indofood, melakukan koreksi penjualan. “Koreksinya 25 persen,” tandas Agung pada Halal Bihalal Kadin Jabar di Grand Hyatt Hotel, Jalan Sumatera Bandung, Senin (10/8) malam.

Contoh industri raksasa lainnya, lanjut Agung, adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. Perusahaan ritel yang menaungi Alfamart tersebut, ujar Agung, juga melakukan koreksi penjualan. Angka koreksinya, ucap dia, sekitar 25-30 persen. Begitu pula dengan dunia otomotif, yang turut melakukan koreksi sebesar 16 persen.

Menurutnya, lesunya ekonomi bukan hajya masalah terkoreksinya rupiah, melainkan juga merosotnya ekonomi. Itu terjadi, pendapat Agung, penyerapan APBN yang lemah. Diutarakan, pemerintah menetapkan nilai APBN 2015 sebesar Rp 1.980 triliun. Akan tetapi, lanjutnya, penyerapannya baru Rp 890 triliun. “Belanja modal pemerintah pun baru Rp 15 triliun. Sedangkan alokasinya Rp 293 triliun. Karenanya, kami berharap, pemerintah mempercepat agenda belanja modal supaya ekonomi kembali bergerak,” paparnya.

Agung meneruskan, tidak hanya belanja modal, idealnya, pemerintah pun segera melakukan langkah kongkret dan efektif serta menerbitkan kebijakan yang tepat. Agung menilai devisa negara saat ini, yaitu sekitar 107 miliar dolar AS tidak cukup untuk menyikapi krisis yang terjadi saat ini. “Kepercayaan investor pun perlu. Butuh dukungan kepastian politik dan hukum. Tidak itu saja, untuk menggerakkan ekonomi, sebaiknya, pengelolaan sumber daya alam pun harus berlangsung secara baik dan bijak,” katanya.

Namun, sahut Agung, saat ini, para pejabat dan birokrat memiliki sebuah kekhawatiran apabila melakukan percepatan belanja modal dan barang. Adalah tindak pidana korupsi (tipikor) yang menjadi kekhawatiran mereka. Agung berpandangan, jangan sampai situasi ini kontra produktif. Artinya, menghambat perkembangan ekonomi nasional. “Pucuk pimpinan negara ini, presiden, DPR, dan lainnya harus segera bersikap bagaimana melakukan pembenahan berkenaan dengan kondisi tersebut,” tutur Agung.

Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, menambahkan, guna menyikapi perkembangan terkini, sebaiknya, Jabar mencontoh Korea Selatan (Korsel). Di negeri ginseng, kata Aher, sapaan akrabnya, lapangan kerja lebih banyak daripada jumlah angkatan kerja. Raksasa Asia Timur tersebut, kata Aher bisa berkembang seperti itu karena mereka memaksimalkan barang mentah, yaitu melalui pengolahan. “Korea tidak menjual barang mentah. Mereka mengolahnya. {engolahan bahan mentah memberi nilai tambah. Efeknya, perdagangan surplus,” kata Aher.

Sebaliknya, ucap dia, perdagangan luar negeri Indonesia justru minus. Itu terjadi, kata Aher, banyaknya bahan baku impor. Untuk itu, seru Aher, kalangan dunia usaha sebaiknya mengubah paradigma. Olah sektor hulu dan hilir demi kesejahteraan dan membangun ekonomi bersama. “Tingkatkan pula kualitas SDM (sumber daya manusia), teknologi, lakukan inovasi,” tegas Aher.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, berpandangan, mandeknya ekonomi karena tidak adanya kebersamaan seluruh pihak. “Tujuan manusia dan bernegara ini sama, meningkatkan kesejahteraan. Akan menjadi gagal apabila sebuah negara tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Itu terjadi karena tidak adanya kebersamaan, baik dalam hal penegakan hukum, berpolitik, maupun ekonomi,” ujar Mahfud.  (ADR)

Related posts