jabartoday.com/net
Menurutnya, ketersediaan pangan yang terjamin dan berkualitas serta harga terjangkau dapat tercapai melalui perumusan dan strategi yang sistematis. Terlebih, lanjutnya, pemenuhan pangan tercantum dalam Undang Undang Nomor 18/2012 tentang Pangan.
Hingga kini, ujar pria asal Cirebon ini, beras dianggap banyak pihak sebagai makanan pokok. Padahal, sebenarnya, lanjut dia, makanan pokok bukan hanya beras. Herman mencontohkan, di Papua, sagu adalah makanan pokoknya. Ada pula yang menjadikan jagung sebagai makanan pokok.
Karenanya, kata dia, perlu adanya diversifikasi pangan demokratis berbasis komunitas yang berkelanjutan. Ini bertujuan, jelasnya, untuk menjaga sekaligus memperkuat ketahanan pangan nasional.
Namun, ujar pria yang menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR republik Indonesia (RI) ini, bukan perkara mudah. “Butuh kebijakan berupa regulasi nasional, mulai level pusat hingga daerah, yang berkaitan dengan anggaran stimulus operasional. Selain itu, juga butuh sumber daya manusia (SDM) yang produktif, kompeten, berkeahlian, dan profesional,” paparnya.
Menurutnya, merealisasikan skema diversifikasi itu dapat melalui beberapa pendekatan. Di antaranya, sebutnya, melakukan referensi model kemandirian lokal. Model ini, terangnya, perlu inovasi. Ini, lanjutnya, supaya menjadi model yang terintegrasi berbentuk agribisnis pangan. “Mulai penyediaan input, produksi, pengolahan, distribusi, dan pemasaran,” ujarnya.
Agar lebih efektif dan tidak menabrak etika pada era keterbukaan, cetus dia, juga perlu adanya keberpihakan pemerintah. Kemudian, tambahnya, peran aktif stake holder lain, seperti kalangan akademisi, pelaku bisnis, komunitas, serta hadirnya media massa, dan adanya jaringan pasar. (ADR)