JABARTODAY.COM – BANDUNG Masalah perbedaan persepsi antara eksekutif dan legislatif di Kota Bandung, memang belum mencapai titik terang. Usulan anggaran kegiatan di APDB 2017 yang belum lolos dalam pembahasan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, yang materinya dari hasil evaluasi Gubernur untuk APBD 2017, dalam beberapa hari belakangan ini membuat panas antara kedua belah pihak.
Hingga hari ini, gagasan Pemkot Bandung untuk menerapkan anggaran melalui e-budgeting pun masih tarik ulur, terutama adanya anggaran yang sudah dicoret tetapi masih muncul, sehingga kalangan DPRD mempertanyakan apakah e-budgeting sudah mengakomodir hasil pembahasan panitia khusus anggaran.
Semenjak Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengisyaratkan penerapan sistem keuangan dalam bentuk e-budgeting, masalah pembengkakan dana tentu akan lebih berkurang. Hal ini dikarenakan adanya transparansi dana yang cukup terbuka dibandingkan sistem pembuatan bujet secara internal.
Sayangnya hingga hari ini, DPRD Kota Bandung belum bisa menerima sistem ini secara terbuka, karena kurang menerima draf anggaran yang ada. Khususnya setelah kerancuan anggaran muncul, dari hasil pembahasan hasil evaluasi Gubernur. Hingga saat ini belum ada yang bisa memastikan apakah sistem e-budgeting menjadi solusi terbaik untuk APDB 2017 Kota Bandung.
Atas referensi tersebut, menurut Sekretaris Daerah Kota Bandung Yossi Irianto, progres APBD 2017 sebenarnya tinggal mengakselerasi saja, seperti halnya dalam masalah siswa rawan melanjutkan pendidikan (RMP). “Kebijakan kita tinggal berpihak pada warga miskin,” kata Yossi, usai rapat pembahasan anggaran hasil evaluasi Gubernur di Gedung Parlemen Kota Bandung, Rabu (8/2).
Adapun yang belum terakomodir, jelas Yossi, akan diatur dalam pasal peralihan di perubahan. “Intinya opsi manapun bisa dilakukan setelah persepsi penerapan e-budgeting sama-sama dipahami,” tegas Yossi. (koe)