Perangi Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, DP3APM Siapkan Puspel PP dan P2KA

Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana didampingi Kepala DP3APM Kota Bandung Tatang Muhtar (kiri) dan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga Kota Bandung Siti Muntamah (kanan), usai peluncuran Puspel PP dan P2KA, Kamis (26/11/2020). (jabartoday/eddykoesman)

JABARTODAY.COM – BANDUNG Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Bandung Tatang Muhtar menjelaskan, bentuk kepedulian  kepada perempuan dan anak termuat dalam peraturan perundangan-undangan. Regulasi tersebut telah dijadikan landasan hukum untuk menjamin kesejahteraan maupun perlindungan bagi perempuan dan anak di berbagai bidang.

“Di dalam UUD juga telah disebutkan secara khusus bahwa negara menjamin perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan dan diskriminasi,” kata Tatang, usai peluncuran Pusat Layanan dan Pemberdayaan Perempuan (Puspel PP) dan Pusat Kreatifitas Anak (P2KA), di Kantor Kelurahan Merdeka, Kamis (26/11/2020).

Menurut Tatang, maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak salah satu faktornya  disebabkan masih adanya persepsi yang salah tentang perempuan dan anak. 

“Perempuan dianggap mewakili yang lemah dan tak mampu menggambarkan apa-apa. Begitu pun dengan anak. Anak milik orangtua dan orangtua yang punya hak untuk memperlakukan anak sesuai keinginannya,” ujar Tatang.

Padahal, perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki, baik dalam kehidupan keluarga maupun berkiprah dalam pembangunan bangsa dan berkarier. Dan tidak punya hak terhadap anak, namun tanggung jawab bagi orang yang memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya, yang diberikan kepada orangtua. 

Berita Terkait

“Yang penting diperhatikan permasalahan yang mempengaruhi perempuan dan anak begitu banyak. Ada tanggung jawab pemerintah untuk bersama-sama mengupayakan perlindungan terhadap perempuan dan anak,” sebut Tatang.

DP3APM melalui Puspel PP dan P2KA, diterangkan Tatang, hadir karena melihat banyak masalah terhadap perempuan dan anak. Selain persepsi yang salah, akar utama kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah juga karena faktor kemiskinan.

“Faktor lainnya seperti budaya, lingkungan, faktor eksternal dan internal termasuk beberapa kebijakan yang  justru membuat nasionalitas terhadap perempuan,” kata Tatang.

Dia menambahkan, komitmen Pemkot Bandung dalam Penyelenggaraan Perlindungan Anak dan Perempuan melalui Unit Pelayanan Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak terlihat dengan penyediaan psikolog dan konselor untuk melayani konsultasi masyarakat korban perundungan.

“Dengan adanya Puspel PP dan P2KA di kelurahan, kita putus diskriminasi terhadap perempuan dan anak ditingkat kewilayahan,” pungkasnya. (*)

Related posts