Pelanggaran Hak Cipta dan Potensi Kerugian

aKompol Benny Setyowardi,SiK, MSi
Perwira Siswa Sespimmen Polri Angkatan 56 Tahun 2016

Pelanggaran hak cipta di bidang musik dan film terus terjadi. Upaya untuk memberantas pelanggaran di bidang hak cipta ini terus menerus dilakukan jajaran Polri melalui berbagai razia terhadap sumber-sumber produksi CD, VCD, DVD, serta MP3 di sejumlah kota besar di Indonesia. Meski upaya pemberantasan terus digalakkan, namun praktik illegal di bidang hak cipta ini tak kunjung surut. Banyak factor yang menghambat proses pemberantasan kegiatan pelanggaran hak cipta ini. Salah satunya murahnya harga mesin pengganda di pasaran yang biasa digunakan oleh para pelaku kejahatan di bidang ini.

Murahnya harga mesin pengganda di pasaran, memungkinkan setiap orang bisa membeli alat tersebut. Jika semua orang bisa melakukan hal tersebut, maka jumlah pembajakanpun sulit untuk dikendalikan. Apalagi sanksi hukum bagi para pengganda lagu atau film bajakan tidak maksimal. Dengan sanksi tersebut tak menimbulkan efek jera terhadap para pelaku kejahatan jenis ini. Pertanyannya adalah apakah penerapan UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam kasus pembajakan ini cukup efektif? Pernayaan ini kemudian memunculkan wacana keinginan kalangan artis dan pencipta lagu untuk membuat undang-undang tersendiri untuk melindungi karya mereka. Keinginan tersebut tentunya patut diapresiasi selama untuk kepentingan yang lebih baik dan besar.

Setiap tahun rata-rata satu orang di Indonesia membelanjakan Rp 20 ribu untuk bisa menikmati musik. Apakah itu melalui rekaman fisik, seperti kaset dan CD, VCD, DVD, atau rekaman digital. Bila dikalikan penduduk Indonesia yang berjumlah 245 juta, hasilnya Rp 4,9 triliun. Hal ini dinilainya akan menghancurkan industri hiburan yang bernilai ekonomi tinggi, dan juga memiskinkan para penciptanya. Untuk mengubah perilaku masyarakat agar menjadi konsumen yang hanya mau membeli CD/DVD asli memang tidak mudah. Dibutuhkan edukasi yang berkesinambungan kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan.

Praktik pembajakan tercanggih yaitu melalui media internet. Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (Asiri) meminta pemerintah menutup situs internet yang menyediakan fasilitas pengunduhan musik atau lagu secara ilegal. Ketua Umum Asiri Gumilang Ramadhan mengatakan sekitar 237 juta lagu diunduh secara ilegal per bulan atau tujuh juta lagu per hari, 330.000 per jam, 5.000 lagu per menit, 92 lagu per detik. Diperkirakan sebanyak 2,8 miliar lagu di-download dalam setahun secara ilegal. Ini kondisi yang menyedihkan. Nada sambung pribadi ada 14 juta yang ilegal, tapi yang melalui Internet lebih memprihatinkan lagi.

Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), namun hak cipta berbeda secara mencolok dari Hak Kekayaan Intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi) karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukan. Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu.

Pada dasarnya Hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak Cipta juga dapat memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umunya pula hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya “hak salin”).Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak.

Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin. Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentangcopyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Satute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit.

Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.

Sementara itu berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11 Undang–Undang No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang dimaksud pencipta adalah sebagai berikut: Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing–masing atas bagian ciptaannya sendiri. ***

Related posts