Oleh: AKBP Arief Budiman, SIK.
Perwira Sespimen Angkatan 55 Tahun 2015
Nasib taksi Uber di Jakarta setali uang dengan di Kota Bandung. Di kedua kota tersebut, taksi Uber, diuber-uber oleh aparat penegah hukum (Polisi dan Dinas Perhubungan). Tak hanya kedua instansi tersebut, Organda sebagai induk organisasi angkutan darat, pun berteiak kencang agar taksi Uber ditertibkan. Kedua lembaga tersebut, dan juga Organda, menilai taksi Uber melanggar aturan hukum yang ada di Indonesia, antara lain UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tak hanya itu, tuduhan lainnya terhadap taksi mobil preman melakukan penipuan.
Selama ini, kita mengenal angkutam umum mulai dari angkot, bus kota, taksi, dan lain sebagainya. Kegiatan jasa angkutan tersebut harus dilengkapi dengan persyaratan sesuai dengan amanat UU No 22 Tahun 2009. Salah satu poin dalam UU tersebut disebutkan bahwa pelayanan angkutan umum harus memiliki izin. Jika tak memiliki izin maka kegiatan usaha tersebut masuk kategori ilegal. Sedangkan taksi Uber bisa dikelompokan ke dalam angkutan umum ilegal karena tak dilengkapi dengan persyaratan, mulai dari izin usaha, izin operasi, dan lain sebagainya.
Operasional taksi yang sudah berkembang di 170 negara di dunia ini mengandalkan sistem aplikasi penghubung ke taksi Uber. Pemanfaatan teknologi inilah yang dilakukan pengelola taksi yang basis operasinya di San Francisco, Amerika Serikat. Di Indonesia taksi Uber pertama kali muncul di Jakarta tahun 2014 lalu. Kehadiran taksi yang memanfaatkan angkutan mini bus berplat hitam ini mendapat respon prokontra baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah. Di DKI keberadaan taksi ini mendapat tentangan dari Pemprov. Gubernur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok terang-terangan menentang kehadiran taksi tersebut. Menurut dia, taksi Uber illegal. Ia menyebutkan sebagai pengelola angkutan umum seharusnya Uber berbadan hukum dan mengantongi perizinan yang ada.
Tak hanya itu, Uber pun harus tunduk pada aturan hukum yang ada, misalnya membayar pajak, memiliki SIUP, badan hukum, dan perizinan lainnya, selama prosedur dan aturan tersebut tak dipenuhi maka Uber dianggap ilegal dan dilarang beroperasi di DKI Jakarta. Kehadiran taksi Uber plat hitam yang pola pembayarannya menggunakan kartu kredit ini tak hanya mengusik pemerintah daerah. Para pengusaha taksi di ibukota pun menentang keras. Pasalnya tarif taksi Uber jauh dibawah taksi resmi yang ada. Ini bisa dipahami lantaran Uber tak mengantongi izin dan tak memenuhi kewajiban seperti membayar pajak dan lain sebagainya. Meski ditentang, pengelola Uber tetap beroperasi. Karena nekad beroperasi inilah Dishub DKI melaporkan pengemudi taksi Uber ke Polda Metro. Kasus ini pun kemudian ditangani oleh polisi.
Setelah ramai di Jakarta, Uber juga mengguncang Kota Bandung. Sejak beberapa pekan lalu taksi ini mulai beroperasi. Kehadiran Uber di Kota Kembang pun mendapat tentangan, khususnya dari pengelola taksi resmi dan Organda. Penentangan terhadap Uber kian keras sehingga Organda secara resmi meminta polisi dan pemkot menindak tegas keberadaan taksi tersebut. Keluhan Organda dan pengusaha taksi di Kota Bandung itu pun direspon oleh pemerintah daerah dan polisi. Atas kondisi tersebut, Kapolda Jabar, Irjen Pol Moechgiyarto berjanji akan menindak pihak-pihak yang melanggar aturan moda transfortasi angkutan umum tersebut.
Di satu sisi keberadaan taksi Uber menguntungkan konsumen lantaran mengenakan tarif kepada penumpang dibawah harga taksi pada umumnya. Selain itu taksi ini pun dalam operasinya menggunakan aplikasi teknologi informasi. Keunggulan inilah yang dimiliki oleh taksi Uber. Di sisi lain keberadaan taksi ini tak memiliki payung hukum yang kuat. Seharusnya sebagai penyedia jasa angkutan umum pengelola taksi Uber harus patuh pada aturan hukum yang berlaku di wilayah Indonesia. Jika aturan tersebut tak dipenuhi tentu akan menimbulkan gesekan di lapangan. Gesekan inilah yang jika tak ditanggulangi secara dini akan menimbulkan persoalan yang lebih besar.
Karena itu keberadaan taksi Uber ini menjadi tugas bersama antara polisi, pemerintah daerah, dan organisasi angkutan darat. Salah satu solusi yang bisa dilakukan yaitu menggali lebih jauh tentang aturan main untuk taksi Uber ini. Jika aturan hukum terhadap Uber diberlakukan, tentunya tidak akan menimbulkan persaingan yang tak sehat dalam bisnis angkutan umum. Persoalannya adalah taksi Uber ini sudah terlanjur beroperasi, baik di Bandung maupun Jakarta. Selama ini ada UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Akutan Jalan yang mengatur masalah angkutan umum, khususnya taksi. Untuk sementara pengoperasian taksi Uber dihentikan sampai menunggu sebuah regulasi yang tepat untuk mengaturnya. ***