Oleh M. Rizal Fadillah *)
Bermain-main di perdebatan ideologi akan mengentalkan semangat perjuangan umat Islam untuk kembali pada dimensi ruang dan waktu kesejarahannya.
Mengagung-agungkan Pancasila rumusan 1 Juni 1945 yang menjadi bagian dari euforia kemenangan Pemilu merupakan sikap politik bodoh dan tidak bijaksana.
Umat Islam akan gigih menolak rumusan Pancasila 1 Juni 1945. Umat Islam tidak akan mengakui hari lahir Pancasila adalah 1 Juni 1945.
Bagi umat Islam hari kelahiran Pancasila adalah 22 Juni 1945, yakni Piagam Jakarta yang ditandatangani Panitia Sembilan, termasuk di dalamnya Ir. Soekarno tepat 75 tahun yang lalu.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyebut bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu kesatuan dengan UUD 1945.
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang pengusul awal adalah kader PDIP ternyata bernuansa dan berbasis pada Pancasila 1 Juni 1945.
Karenanya, umat Islam menolak dengan keras. Apalagi hendak mengkerdilkan posisi agama dan Ketuhanan YME. Pemerintah menyatakan menunda, namun tidak mendapat sambutan. Tuntutan umat tetap pada pencabutan, penghentian, atau pembatalan RUU HIP.
Semangat “Soekarnois” untuk menghidupkan Pancasila rumusan 1 Juni 1945 akan mendapat perlawanan sengit umat Islam. Ini memancing konflik atau gesekan. Umat Islam mungkin akan membangkitkan Pancasila rumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945.
Kelompok kiri dan “Soekarnois” dinilai oleh umat Islam telah mengkhianati konsensus bangsa berupa rumusan Pancasila 18 Agustus 1945.
Berlakulah slogan “mereka jual, kita beli”. Piagam Jakarta harus dihormati. Hari lahir Pancasila bukan 1 Juni 1945, tetapi 22 Juni 1945.
Jika hendak kembali ke konsensus bangsa 18 Agustus 1945, umat Islam pasti siap. Bersama mengimplementasikan Pancasila hasil konsensus. Akan tetapi jika fakta politik terjadi pengkhianatan maka umat Islam tidak akan tinggal diam. Akan berjuang membela dan menegakkan kebenaran. Berkhidmat pada agama dan syari’at Allah SWT.
Rezim Jokowi kini diuji kemampuan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara apakah konsisten dengan konsensus atau menciptakan iklim berbasah basah dalam kemunduran ideologi. Jika iklim ini yang sengaja dibangun, maka selayaknya Jokowi harus segera turun.
Umat Islam selalu mencari kawan, tidak mencari musuh. Akan tetapi jika ada musuh datang menghadang, maka umat pantang mundur ke belakang. Lari dari medan juang adalah dosa besar. Artinya, umat akan melawan sampai menang. Allahu Akbar.
*) Pemerhati Politik dan Keagamaan.
Bandung, 22 Juni 2020