
JABARTODAY.COM – Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) merasakan pedihnya penderitaan yang dialami oleh para pengungsi etnis Rohingya yang telah bertahun-tahun terusir dan tersiksa oleh rezim militer dan rezim sipil Myanmar. Mereka menyerukan sejumlah pesan agar penguasa Myanmar dapat segera menghentikan kebiadaban yang sedang terjadi.
Pendapat itu disampaikan Ketua Bidang Komunikasi Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Iqbal Setyarso, Rabu (6/9) di Jakarta menyusul krisis kemanusiaan yang terjadi pada etnis Rohingya, Myanmar. Iqbal mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk bersimpati dan memberikan bantuan kemanusiaan untuk membantu meringankan penderitaan muslim Rohingya.
“Mari kita ulurkan tangan untuk segera bersama-sama membantu mereka, dengan berbagai cara sesuai kemampuan kita yang berbeda-beda, kita harus tergerak untuk peduli, bagaimanapun etnis Rohingya adalah hamba Allah yang ternistakan berpuluh-puluh tahun oleh negara Myanmar,” jelas Iqbal yang mendedikasikan dirinya sebagai pekerja kemanusiaan ini.
Terkait krisis kemanusiaan yang melanda Rohingya, MRI menyatakan sikap sebagai berikut. Pertama, MRI menyatakan siap bersatu dan menyatukan elemen pedul Rohingya melakukan penyelamatan yang kongkrit di lapangan. Kedua, Sejalan dengan pihak yang memandang perlunya zona aman untuk menghentikan pengusiran, kekerasan, dan pengusiran yang berisiko hilangnya nyawa Muslim Rohingya.
Ketiga, MRI berharap langkah ini juga menjadi kebijakan nasional Indonesia, karena sekian tahun ini Myanmar tidak bergeser keyakinannya bahwa Rohingya bukan bagian Bangsa Myanmar, sehingga harus diusir dari Myanmar.
“Padahal, Jenderal Aung San -ayahanda Suu Kyi saksi dan pelaku sejarah kemerdekaan Burma yang tahu persis Muslim Rohingya ikut berjuang bersamanya. Ini menandakan, Rohingya bukan orang asing,” tegas Iqbal Setyarso.
Iqbal yang sudah lama bekerja untuk membantu Rohingya menegaskan, jika fakta sejarah tersebut diiingkari oleh Aung San Suu Kyi sebagai anaknya, hal itu sama dengan menyatukan bangsa-bangsa terutama yang pernah merasakan penjajahan, untuk menghadapi Myanmar. “Ini bukanlah sok tahu, tetapi pengetahuan umum sejarah Burma sebelum menjadi Myanmar yang bisa diakses publik,” tandas mantan wartawan yang mendalami daerah-daerah krisis kemanusiaan itu.
Iqbal melihat sikap Suu Kyi yang cenderung membingungkan. “Sudahi sikap membingungkanmu wahai Suu Kyi. Kami tak tahu mengapa engkau berubah. Tertekankah engkau, dengan todongan pistol di belakangmu?,” ujarnya
Aktivis lembaga kemanusiaan ACT (Aksi Cepat Tanggap) yang bertahun-tahun bekerja membantu masalah kemanusiaan ini menduga, semua yang dulu ditunjukkan Suu Kyi hingga ia meraih Nobel Perdamaian adalah palsu.
“Saya jadi bertanya, apa yang dulu dia perankan sebagai pejuang HAM itu suatu perjuangan atau hanya tipu-tipu tipu-tipu yang menyisakan siksa pada nurani dunia. Wallahua’alam,” ujarnya lirih. (jos)