Masjid Al-Ashri Gelar Kuliah Ahad Shubuh: “Masjid sebagai Pusat Pemberdayaan Ipoleksosbud Umat”

Gravatar Image
“Masjid harus menjadi pusat solusi umat — tempat lahirnya pemimpin, ilmuwan, dan mujahid kebaikan.”
(Dr. Ugin Lugina, M.Pd., Ketua DMI Kuningan)

Jabartoday.com-KUNINGAN – Dalam upaya membangkitkan kembali masjid sebagai pusat peradaban umat, Masjid Al-Ashri menggelar Kuliah Ahad Shubuh bertema “Masjid sebagai Pusat Pemberdayaan Ipoleksosbud Umat” pada Ahad pagi, 27 April 2025.
Kegiatan yang berlangsung dalam suasana khusyuk dan semangat itu menghadirkan Dr. Ugin Lugina, M.Pd., Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kabupaten Kuningan, sebagai narasumber utama.

Dalam kajiannya, Dr. Ugin membawakan pesan besar tentang masjid: bahwa ia bukan hanya rumah ibadah, tetapi juga rumah peradaban umat Islam. Dari masjid, iman ditegakkan, akhlak dibangun, ilmu disebarluaskan, solidaritas sosial diperkuat, dan masa depan umat diarahkan.

Spirit Pemberdayaan Masjid

Dr. Ugin membuka kajian dengan menegaskan bahwa setiap upaya memakmurkan masjid memiliki fondasi yang kuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 18 bahwa hanya mereka yang beriman, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kecuali kepada Allah, yang layak memakmurkan masjid-Nya. Ini menandakan bahwa keimanan dan amal saleh menjadi syarat utama bagi mereka yang ingin menghidupkan masjid. Lebih jauh, Surat Al-Baqarah ayat 208 mengajak umat Islam untuk masuk ke dalam Islam secara total, bukan setengah-setengah. Spirit ini, kata Dr. Ugin, mengharuskan masjid berperan dalam segala aspek kehidupan umat, tidak hanya ritual tapi juga sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

Sebagaimana diingatkan dalam Surat Al-Anbiya ayat 107, bahwa Rasulullah diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, maka masjid pun harus menjadi pusat penyebaran rahmat, kesejahteraan, dan keadilan di tengah masyarakat. Dr. Ugin juga menukil Surat Ash-Shaff ayat 4, yang menekankan pentingnya kerapian dan kekompakan dalam perjuangan. Kerapian barisan sholat menjadi simbol keteraturan dalam manajemen umat, termasuk dalam program-program pemberdayaan berbasis masjid.

Tidak kalah penting, Dr. Ugin menyampaikan hadits Rasulullah riwayat Muslim:
“Sesungguhnya masjid-masjid hanyalah untuk dzikrullah, salat, dan qiraah Al-Qur’an.”
Namun beliau mengutip penjelasan Dr. Asrar Mabrur Faza bahwa qiraah Al-Qur’an tidak cukup dipahami sebagai membaca teks saja, melainkan harus disertai pemahaman makna dan sejarahnya, sehingga fungsi masjid menjadi ruang untuk pengkajian, pendalaman, dan aplikasi nilai-nilai Qur’ani.

Pusat Iman dan Transformasi Sosial

Dr. Ugin menggambarkan eksistensi masjid sebagai tempat sujud, yakni sebagai pusat penghambaan total kepada Allah. Namun lebih dari itu, masjid berfungsi untuk “mensujudkan” masyarakat, membentuk karakter jamaah agar tunduk kepada nilai-nilai ilahiyah dalam seluruh aspek kehidupan mereka.

Masjid bukan hanya tempat memperbanyak ibadah ritual, tetapi lebih jauh sebagai sarana membentuk muslim yang kaffah, yaitu pribadi yang imannya kuat, akhlaknya luhur, pikirannya jernih, dan amalnya nyata dalam membangun masyarakat. Dengan begitu, masjid menjadi cermin dari umat yang berperadaban tinggi, umat yang bukan hanya pandai beribadah, tetapi juga pandai memakmurkan bumi.

“Bersama membangun ilmu, bersama menyambung hati. Setelah kuliah, sarapan bersama menjadi tradisi penuh berkah di Masjid Al-Ashri.”

Melahirkan Masyarakat Merdeka dan Sejahtera

Misi masjid sebagaimana dirumuskan dari Surat At-Taubah ayat 18 meliputi empat hal besar: membentuk masyarakat yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, membiasakan masyarakat untuk menegakkan shalat dengan penuh ketaatan, mensejahterakan kehidupan sosial melalui zakat dan amal, serta membentuk umat yang merdeka — yang hanya takut kepada Allah, bukan kepada makhluk atau kekuasaan dunia.

Di sini, Dr. Ugin menekankan bahwa fungsi masjid jauh melampaui seremonial. Masjid adalah pusat perubahan sosial, tempat membangun mentalitas umat yang kuat dan berdaya, bukan umat yang pasif atau bergantung.

Melayani Allah di Rumah-Nya

Dalam manajemen masjid, Dr. Ugin menggarisbawahi pentingnya keyakinan bahwa masjid adalah milik Allah sepenuhnya sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Jin ayat 18. Takmir, DKM, dan seluruh pengurus masjid adalah pegawai-pegawai Allah, bukan sekadar relawan sosial.
Mengurus masjid adalah ibadah mulia yang memerlukan dedikasi penuh, dan Allah-lah yang menjamin rezeki dan kelangsungan tugas mereka.

Dari sudut filosofi, masjid harus dipandang bukan hanya sebagai tempat shalat, tetapi sebagai sarana mencetak karakter masyarakat yang tunduk kepada aturan Allah, sebagai pusat peradaban, tempat lahirnya calon-calon pemimpin bangsa, dan ruang pembinaan untuk menghadapi tantangan dunia dan akhirat. Untuk mencapai kemakmuran tersebut, diperlukan sistem pengelolaan yang baik, meliputi Idarah (administrasi yang profesional), Imarah (pemakmuran kegiatan), dan Ria’yah (perlindungan terhadap fungsi masjid).

Menjadi Pusat Segala Kebaikan

Mengutip M. Quraish Shihab, Dr. Ugin menjelaskan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW, masjid berfungsi multifungsi: sebagai tempat ibadah, pusat pendidikan, ruang konsultasi sosial dan ekonomi, tempat santunan sosial, markas latihan militer, balai kesehatan, aula tamu kenegaraan, tempat penahanan tahanan, pusat perdamaian sengketa, dan basis penerangan dakwah Islam. Artinya, dalam konteks peradaban Islam awal, masjid menjadi jantung yang memompa seluruh denyut kehidupan umat. Inilah teladan yang harus dihidupkan kembali di era modern.

Pemetaan Fungsi Masjid dalam Bidang IPOLEKSOSBUD

Dr. Ugin kemudian memetakan peran masjid secara sistematis dalam dimensi Ipoleksosbud.
Dalam bidang Ideologi, masjid memperkuat jati diri Islam umat. Dalam bidang Politik, masjid menjadi ruang musyawarah, penyebaran informasi kebijakan publik, hingga sarana pengorganisasian aspirasi umat. Dalam bidang Ekonomi, masjid dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pemberdayaan umat melalui program koperasi syariah, pelatihan wirausaha, dan pengelolaan wakaf produktif.

Dalam ranah Sosial Budaya, masjid menjadi pusat santunan, pengembangan solidaritas sosial, serta penjaga nilai-nilai budaya Islam. Sedangkan dalam bidang Pendidikan, masjid berfungsi menyelenggarakan kursus, pendidikan non-formal, pengembangan literasi, dan pelatihan kepemimpinan untuk anak muda. Semua ini, bila dioptimalkan, akan melahirkan masyarakat madani yang sejahtera, adil, cerdas, dan berakhlak mulia.

Elemen Strategis dalam Pemberdayaan Masjid

Untuk menghidupkan fungsi-fungsi besar ini, Dr. Ugin menekankan bahwa tiga elemen harus diperkuat:
yaitu SDM masjid (pengurus DKM, Majelis Taklim, Remaja Masjid), sistem manajemen yang profesional berbasis Idarah, Imarah, dan Ria’yah, serta program-program inovatif, kreatif, dan dinamis yang sesuai kebutuhan zaman dan nilai syariat.

Dengan kombinasi ketiga elemen ini, masjid akan menjadi pusat perubahan sosial yang konkret, bukan hanya simbol keagamaan yang kosong. Menutup kuliah subuhnya, Dr. Ugin menyerukan pentingnya mengembalikan kejayaan umat Islam dari masjid, sebagaimana Rasulullah membangun Madinah dari masjid Nabawi. Masjid adalah titik mula perubahan: membangun iman, memperkuat ilmu, mempererat ukhuwah, dan memperluas pengaruh kebaikan. Dengan menghidupkan fungsi pemberdayaan masjid, umat Islam tidak hanya membangun pribadi yang saleh, tetapi juga membangun dunia yang lebih adil dan sejahtera. [Fathiyya]

Related posts