JABARTODAY.COM – BANDUNG — Dalam dunia perbankan, terdapat sejumlah peraturan yang mensyaratkan kelayakan operasional perbankan, baik perbankan umum (konvensional dan syariah) maupun bank perkreditan rakyat (BPR). Sejauh ini, cukup banyak perbankan yang mengalami likuidasi atau pencabutan izin operasional.
“Umumnya, liukuidasi bisa karena kurang konsolidasi atau pola manajemen,” tandas Samsu Adi Nugroho, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), pada Media Gathering di Morning Glory Cafe, lantai 6 Hotel Mitra, jalan Supratman Bandung.
Samsu mengemukakan, jika perbandingannya dengan perbankan umum, jumlah BPR yang terlikuidasi lebih banyak. Di Jabar, ungkapnya, hingga kini, terdapat 31 BPR yang terkena likuidasi. “Sedangkan tahun ini, Sumatra Barat dan Jabotabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) tergolong banyak,” tukasnya.
Menurutnya, ada beberapa kasus yang biasanya menjadi penyebab pencabutan izin operasional BPR. Yang tertinggi menonjol, bebernya, berupa kredit fiktif. Modusnya, data-data yang sudah digunakan nasabah untuk kredit, kembali dimanfaatkan oknum atau pelaku untuk memperoleh pembiayaan. Hal itu terjadi, ucapnya, sangat mungkin pola pengawasan dan penerapan kehati-hatian yang tidak optimal.
Walau cukup banyak BPR mengalami likuidasi, Samsu menyatakan, masyarakat tidak perlu khawatir kehilangan dana. Pasalnya, tegas dia, dana masyarakat aman.
Soal ada tidaknya efek terdepresiasinya rupiah, Samsu berpendapat, selama tidak transaksi internasional, pelemahan rupiah tidak terlalu berdampak. “Jika nasabahnya importir, depresiasi rupiah bisa berdampak. Tapi, jika nasabahnya eksportir, tidak masalah,” tutupnya. (win)