JABARTODAY.COM -Ketua Asosiasi Persahabatan Indonesia-Jepang Ginandjar Kartasasmita mengatakan bahwa Doktrin Fukuda yang digulirkan Perdana Menteri Jepang pada 1977 Takeo Fukuda membawa perubahan pada karakteristik kerja sama ekonomi Indonesia dengan Jepang.
“Kerja sama Indonesia-Jepang tidak hanya sebatas pemberian bantuan ekonomi atau pengembangan infrastruktur, namun meluas ke bidang pendidikan, kesehatan, dan sektor sosial lainnya berkat Doktrin Fukuda,” ujarnya dalam sebuah simposium yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Jumat.
Dengan inisiatif yang dibawa Fukuda, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2004–2009 itu menilai, persepsi masyarakat Indonesia terhadap Jepang juga berubah ke arah yang lebih positif.
“Sebelumnya, persepsi masyarakat kita terhadap Jepang sangat buruk karena alasan sejarah, begitu antipati dan penuh kecurigaan. Namun, mulai era 1980an penilaian itu berubah karena melihat Jepang sebagai contoh negara maju di Asia,” ujar Menteri Koodinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (Ekuin) RI periode 1998–1999 itu.
Kemajuan Jepang di bidang Ekonomi membuat negara-negara lain di kawasan Asia berlomba-lomba untuk meniru kesuksesannya, terutama dalam hal peningkatan pendapatan, kerja sama bisnis antarnegara, nilai-nilai kedisiplinan dan kerja keras, kata Ginandjar.
Melalui Doktrin Fukuda, menurut Ketua Harian Palang Merah Indonesia (PMI) itu, Indonesia turut menikmati bantuan pengembangan di berbagai bidang secara luas, termasuk pengembangan sumber daya manusia dalam negeri.
Melalui badan bantuan pemerintah Jepang, dikemukakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI periode 1993–1988 itu, paling tidak Indonesia menikmati bantuan berupa pembangunan sekitar 600 sekolah di 12 provinsi, pengembangan 153 sekolah vokasi, hingga bantuan asistensi kepada fakultas-fakultas kesehatan di sejumlah universitas terkemuka di dalam negeri.
“Lahirnya doktrin ini berhasil mengubah pandangan masyarakat, dan melalui kesuksesan Jepang kita harus belajar tidak hanya bagaimana mandiri dalam membuat produk, tapi juga mampu membuat manusia berkualitas,” katanya.
Doktrin tersebut berisi tiga poin, yaitu Jepang menolak kekuatan militer, Jepang melakukan yang terbaik untuk mengkonsolidasikan hubungan saling percaya dan kepercayaan berdasarkan “dari hati ke hati”, dan terakhir ialah Jepang akan menjadi mitra ASEAN sebagai kelompok mau pun institusi, demikian Ginandjar Kartasasmita.(JIM/ANT)