Oleh M. Rizal Fadillah
DPR sudah berat untuk membahas RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila. Atmosfer politik yang ada, tidak mendukung bagi suksesnya untuk menjadikan UU. Jika penundaan Pemerintah yang tak jelas dasarnya itu berujung pada pembahasan juga, maka diprediksi sulit bagi DPR untuk bekerja dengan tenang, jernih dan lancar. Aksi-aksi protes akan terus membarengi.
RUU HIP telah menjadi “bencana nasional”.
Meski membahasakan “menunda”, Pemerintah nampaknya bingung. Di satu sisi desakan rakyat khususnya umat Islam untuk menghentikan proses lanjutan RUU sangatlah kuat, di sisi lain usulan awal RUU ini datang dari PDIP yang tak lain merupakan partai Pemerintah sendiri. Sikap tegas Pemerintah akan menyinggung “marwah” PDIP dan juga DPR.
Sebaiknya DPR tak perlu ngotot. Sinyal Pemerintah diantisipasi dengan segera menarik atau menghentikan RUU inisiatif. Opsi revisi atau perbaikan “sesuai aspirasi” justru tidak aspiratif. Aspirasi publik adalah hentikan atau tolak RUU. Telah terpatri di hati rakyat bahwa RUU HIP itu beraroma orde lama atau bahkan komunisme. Tuduhan terkuat adalah tanda kebangkitan PKI. Neo-PKI.
Ada pembakaran bendera PKI pada aksi unjuk rasa tanggal 24 Juni di depan Gedung DPR-RI. Pengunjuk rasa bernyanyi dengan semangat “bakar, bakar, bakar PKI, bakar PKI sekarang juga”. Aspirasi ini yang mesti didengar oleh para wakil rakyat. Tak perlu menuduh yang anti PKI itu sebagai “kadrun”. Ini adalah fakta atau realita dari perasaan politik rakyat yang mereaksi cara elit politik bermain licik.
Uniknya, entah karena kecewa atas sikap Pemerintah yang “lembek” dan “mengeles” dengan hanya menyatakan “menunda” ataukah ada akumulasi rasa jengkel dan tidak percaya kepada Pemerintah khususnya Presiden selama ini, sehingga pada momen ini lagu “perjuangan” dinyanyikan pula oleh pengunjuk rasa dengan antusias “turun, turun, turun Jokowi, turun Jokowi sekarang juga”.
Meski bola RUU secara yuridis formal masih berada di tangan Pemerintah karena belum ada “Surpres” yang dilayangkan kepada DPR akan tetapi pidato Menko Polhukam Mahfud MD yang didampingi Menkumham Yasonna Laoly baru-baru ini telah memberi indikasi akan sikap Pemerintah. Oleh karenanya DPR sebenarnya sudah dapat mengambil sikap atau kebijakan strategis untuk menjawab aspirasi rakyat tersebut.
DPR sebaiknya mulai melakukan rapat Baleg maupun Fraksi-Fraksi untuk segera menentukan sikap. Hentikan RUU HIP dan tarik dari daftar program legislasi. Kembali perhatian pada agenda lain seperti pandemi covid 19 dan pemulihan keadaan. Jangan mengambangkan persoalan RUU HIP yang membuat gaduh dan resah rakyat tersebut.
Jika ini dianggap sebagai “pertempuran” untuk menggolkan RUU HIP menjadi Undang-Undang, maka gempuran akan terus menguat. Sebaiknya DPR mundur saja. Mengibarkan bendera putih itu lebih terhormat. Tidak bagus untuk memaksakan kehendak. Situasi berkaitan RUU HIP ini semakin rentan dan rawan. DPR menyerahlah.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 25 Juni 2020