JABARTODAY.COM – BANDUNG — Sejak tampilnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) terkini, menggantikan Barrack Obama, ekonomi dunia terpengaruh. Kondisi itu pun cukup berefek bagi Indonesia.
“Kebijakan Trump cukup berdampak pada ekonomi Indonesia, khususnya Jabar. Itu karena selama ini, AS menjadi negara dan pasar ekspor Indonesia, termasuk Jabar,” tandas Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Dedy Widjaja, Jumat (24/2).
Melihar kondisi tersebut, Dedy mendukung saran Presiden Republik Indonesia (RI) ke-7, Joko Widodo, tentang membuka pasar eskpor baru, seperti negara-negara Afrika, lalu India, Pakistan, dan lainnya. Menurutnya, perdagangan internasional, yaitu ekspor-impor, punya peran besar dalam mendorong laju perekonomian. “Karenanya, Indonesia, khusus Jabar, memang perlu membuka pasar ekspor baru,” seru Dedy.
Namun, lanjutnya, para pelaku usaha pun punya sebuah keinginan seiring dengan wacana membuka pasar ekspor baru itu. Keinginannya, ungkap Dedy, pemerintah membentuk market intelejen. “Perlu ada (market intelejen) itu. Sebaiknya, pemerintah membentuknya karena jika perusahaan yang membentuk, kendalanya pada biaya,” cetus Dedy.
Dia berpendapat, perlunya market intelejen itu untuk mengetahui potensi nrgara-negara yang menjadi bidikan sebagai pasar ekspor baru. “Itu menyangkut bagaimana pangsa pasarnya, produk apa saja yang dibutuhkan atau disukai, bagaimana standar kualitas produk, berapa harganya, termasuk regulasi dan hal lainnya,” papar Dedy.
Jika tidak ada market intelejen, imbuhnya, cukup sulit bagi dunia usaha tanah air untuk memasuki pasar ekspor baru tersebut. Pasalnya, dalih Dedy, tidak tertutup kemungkinan, negara-negara yang menjadi bidikan Indonesia sebagai pasar ekapor baru tersebut, ternyata, juga dibidik negara lainnya. “Jika begitu, produk Indonesia harus berdaya saing. Karenanya, market intelejen memang dibutuhkan,” pungkasnya. (win)