Momentum HAKORDIA 2025: Kejari Bandung Tetapkan Wakil Walikota dan Anggota DPRD sebagai Tersangka Korupsi

Korupsi Bandung
Erwin (kiri) sebagai Wakil Walikota Bandung dan Rendiana Awangga (kanan) anggota DPRD Kota Bandung di tetapkan jadi tersangka kasus korupsi ( foto: istimewa)

JABARTODAY.COM, BANDUNG – – Kejaksaan Negeri Kota Bandung menggelar konferensi pers penetapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan dua pejabat tinggi daerah pada Rabu, 10 Desember 2025. Pengumuman ini bertepatan dengan momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) Tahun 2025, menunjukkan keseriusan lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi.

Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Irfan Wibowo, S.H., M.H., memimpin konferensi pers yang dihadiri oleh para pejabat struktural kejaksaan. Turut mendampingi dalam acara tersebut adalah Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Kepala Seksi Intelijen, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, serta Kepala Seksi Pemulihan Aset dan Pengelolaan Barang Bukti Kejaksaan Negeri Kota Bandung.

 

Penetapan Dua Tersangka

Dalam konferensi pers tersebut, Kepala Kejari Bandung menyampaikan bahwa pada Selasa, 9 Desember 2025, bertempat di kantor Kejaksaan Negeri Kota Bandung, Tim Jaksa Penyidik pada Bidang Tindak Pidana Khusus telah mengambil langkah signifikan dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini.

Berdasarkan minimal dua alat bukti yang dinilai cukup sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana, tim penyidik telah meningkatkan status penyelidikan umum menjadi tahap penyidikan khusus. Peningkatan status ini disertai dengan penetapan dua orang sebagai tersangka dalam perkara penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan pada Pemerintahan Daerah Kota Bandung Tahun 2025.

 

Kedua tersangka yang ditetapkan adalah:

Pertama, Saudara E (Erwin) yang menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bandung. Penetapan tersangka atas nama Sdr. E tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-10/M.2.10/Fd.2/12/2025 tertanggal 9 Desember 2025.

Kedua, Saudara RA (Rendiana Awangga) yang merupakan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung. Penetapan tersangka atas nama Sdr. RA tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-11/M.2.10/Fd.2/12/2025 tertanggal 9 Desember 2025.

 

 Modus Operandi Dugaan Korupsi

Berdasarkan hasil penyelidikan yang telah dilakukan, kedua tersangka diduga telah melakukan tindakan secara bersama-sama dalam menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang mereka miliki selaku pejabat publik. Modus operandi yang diduga dilakukan adalah dengan meminta atau mengarahkan paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa kepada pejabat-pejabat yang berada di lingkungan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Bandung.

Setelah permintaan tersebut dilakukan, paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa tersebut kemudian dilaksanakan sesuai arahan yang bersangkutan. Pelaksanaan proyek-proyek tersebut diduga menguntungkan secara melawan hukum pihak-pihak yang memiliki afiliasi atau hubungan khusus dengan kedua tersangka.

Pola penyalahgunaan kewenangan ini menunjukkan adanya praktik korupsi yang sistematis, di mana kekuasaan jabatan digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu dengan merugikan keuangan negara dan melanggar prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.

 

Pasal-Pasal yang Disangkakan

Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Kota Bandung menjerat kedua tersangka dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun pasal-pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka adalah sebagai berikut:

 

 Dakwaan Primair (Utama):

Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang digabungkan (jo.) dengan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 12 huruf e UU Tipikor mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Sementara Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengatur tentang penyertaan dalam tindak pidana, khususnya bagi mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan pidana.

 

Dakwaan Subsidair (Pengganti):

Pasal 15 jo. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 15 UU Tipikor mengatur tentang percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e.

Penggunaan sistem dakwaan primair dan subsidair ini merupakan strategi hukum standar dalam penuntutan perkara pidana, di mana jika dakwaan primair tidak terbukti, maka dakwaan subsidair dapat digunakan sebagai alternatif.

 

Signifikansi Penetapan di Hari Anti Korupsi Sedunia

Penetapan tersangka yang dilakukan tepat pada momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) 2025 bukan merupakan kebetulan semata. Langkah ini menunjukkan komitmen Kejaksaan Negeri Kota Bandung dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya yang melibatkan pejabat-pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan dalam tata kelola pemerintahan yang bersih.

HAKORDIA yang diperingati setiap tanggal 9 Desember merupakan momentum global untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya korupsi dan pentingnya integritas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat. Penetapan tersangka pada momentum ini memberikan pesan kuat bahwa tidak ada yang kebal hukum, termasuk pejabat tinggi daerah sekalipun.

 

 Dampak terhadap Tata Kelola Pemerintahan

Kasus ini menjadi pukulan bagi citra Pemerintah Kota Bandung, mengingat yang tersangkut adalah Wakil Walikota sebagai pejabat eksekutif nomor dua di daerah, serta anggota DPRD yang merupakan representasi legislatif rakyat. Kedua posisi ini merupakan jabatan strategis dalam sistem pemerintahan daerah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Penyalahgunaan kewenangan dalam proyek pengadaan barang dan jasa merupakan modus korupsi yang sering terjadi di berbagai daerah. Praktik ini merugikan keuangan negara dan menghambat pembangunan yang seharusnya memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.

 

Proses Hukum Selanjutnya

Dengan ditetapkannya status tersangka, kedua pejabat tersebut akan menjalani proses hukum lebih lanjut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tim Jaksa Penyidik akan terus melakukan pendalaman penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti tambahan yang memperkuat dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan.

Penyidikan akan mencakup pemeriksaan saksi-saksi, penelusuran dokumen-dokumen terkait paket pekerjaan yang diduga bermasalah, serta identifikasi pihak-pihak yang terafiliasi dan diuntungkan dari praktik penyalahgunaan kewenangan tersebut.

Setelah penyidikan dianggap lengkap, berkas perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri untuk disusun surat dakwaan dan selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili.

 

Komitmen Pemberantasan Korupsi

Kasus ini menjadi bukti bahwa upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan secara konsisten oleh aparat penegak hukum. Penetapan tersangka terhadap pejabat tinggi daerah menunjukkan bahwa hukum berlaku untuk siapa saja tanpa pandang bulu, termasuk bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan kedudukan tinggi.

Kejaksaan Negeri Kota Bandung menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses hukum dalam kasus ini hingga tuntas, serta akan terus berupaya mengungkap dan menindak segala bentuk tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan kepentingan masyarakat.

Masyarakat diharapkan dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan apabila mengetahui adanya indikasi tindak pidana korupsi di lingkungan sekitar mereka. Transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat terwujud dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam mengawasi dan mengontrol kinerja para penyelenggara negara.[ ]

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *