Proyek Pembangunan Pemkot Abaikan DED

Istimewa
Istimewa

JABARTODAY.COM – BANDUNG Detail engineering design (DED) dalam pekerjaan konstruksi dapat diartikan sebagai produk dari konsultan perencana, yang kerap digunakan dalam merancang detail bangunan, seperti gedung, kolam renang, jalan, jembatan, hingga bendungan.

Hanya saja, dalam pembangunan infrastruktur di Kota Bandung belakangan ini, DED terindikasi diabaikan. Lelang rancang bangun, menjadi pilihan paket bersama dalam satu kesatuan studi kelayakan. Dalam artian, tidak ada DED juga calon pelaksana berada satu paket.

“Saya menilai kejadian ini baru di Kota Bandung. Dimana fungsi Pemkot? Proses lelang kok dititip di kementerian. Saya berani katakan, inilah skema lelang rancang bangun dengan kriteria yang lex specialis,” ujar Anggota Komisi C DPRD Kota Bandung Folmer Silalahi, di Gedung Parlemen, Kamis (13/10).

Salah satu contoh lelang rancang bangun, sehingga DED mengabaikan fungsi lahan, adalah revitalisasi Taman Tegalega menjadi taman konservasi, yang lebih mementingkan fungsi sosial ekonomi. Pengabaian DRD berakibat fungsi ekologi taman berubah. “Tidak hanya ekologi, tapi nilai sejarah juga hilang. Pembangunan mengganggu keberadaan Monumen Bandung Lautan Api, sebagai saksi sejarah,” sahut Folmer.

Sejumlah elemen baru dalam  revitalisasi, abai terhadap nilai historis. Bukannya menghadirkan para pelaku sejarah BLA, melainkan malah membangun patung dinosaurus. Selain itu, material tidak gunakan bahan yang bisa menyimpan air. “Maka, fungsi serapan air semakin berkurang,” ungkap Folmer.

Folmer menyatakan, kebijakan prosedur kegiatan tidak dilalui semestinya. Seharusnya, pada proses perencanaan, dewan sudah dilibatkan. Bukan untuk merecoki, tetapi memastikan fungsi pengawasan berjalan. “Kalau cuma diujung kita jadinya tidak tahu apa-apa,” keluh politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Pada intinya, situasi yang terjadi sekarang ini menjadi preseden buruk bagi Kota Bandung. Sebab, semuanya akan masuk skema rancang bangun.  Agar tidak terulang, DED infrastruktur didorong untuk dibahas dulu di DPRD Kota Bandung. “Dengan demikian diharapkan, pelaksanaan akan sesuai perencanaan. Di DED semua bisa kelihatan. DED tidak dijadikan acuan, yang terjadi penyimpangan,” pungkas Folmer. (vil)

Related posts